Ekonom Menuntut Purbaya Melakukan Hal Ini Setelah Guyur Bank Rp 200 T

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) menyebutkan bahwa langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam menaruh Rp 200 triliun di bank milik negara (Himbara) adalah langkah penting untuk mendorong pertumbuhan kredit dan investasi. Ini diharapkan bisa mempercepat perkembangan ekonomi. Program and Policy Director Prasasti, Piter Abdullah, mengungkapkan bahwa upaya ini memerlukan dukungan kebijakan yang konsisten dari otoritas moneter serta deregulasi di sektor riil agar sukses.

Namun, hanya menaruh dana di bank belum cukup untuk menstimulasi permintaan kredit. Data pada Agustus 2025 menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan mencapai 7,56% year on year (YoY) dengan rasio Non Performing Loan (NPL) masih di bawah 3%. Likuiditas perbankan pun masih relatif melimpah, dengan rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 120,25% dan terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25%. Selain itu, ada Rp 2.372 triliun kredit yang belum digunakan, atau 22,71% dari plafon kredit.

Piter menambahkan bahwa faktor seperti aktivitas ekonomi pasca-COVID yang belum sepenuhnya pulih, ketidakpastian global akibat perang Ukraina, konflik Israel-Palestina, dan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Amerika Serikat mempengaruhi permintaan kredit yang lemah. Research Director Prasasti, Gundy Cahyadi, juga menggaris bawahi bahwa meskipun Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga beberapa kali, termasuk pemotongan sebesar 50 bps pada Deposit Facility pada rapat moneter September 2025, dunia usaha masih berhati-hati untuk berekspansi dan rumah tangga enggan menambah utang.

Oleh karena itu, penempatan dana pemerintah di perbankan harus disertai kebijakan fiskal yang lebih langsung untuk mendorong penyerapan kredit. Likuiditas yang tersedia bukan jaminan ajaib untuk memulihkan semangat usaha. Diperlukan penguatan daya beli rumah tangga dan kepercayaan bisnis. Pendekatan yang lebih strategis adalah mengkombinasikan keringanan likuiditas dengan langkah fiskal langsung yang meningkatkan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, dan merangsang minat investasi.

Sebagai langkah tambahan, pemerintah telah merilis paket kebijakan ekonomi “8+4+5” senilai Rp16,2 triliun pada 15 September 2025. Ini berisi stimulus jangka pendek seperti bantuan beras, insentif pajak, dan program padat karya, serta inisiatif jangka panjang di sektor koperasi, perkebunan, perikanan, dan akuakultur. Paket ini targetkan penciptaan tiga juta lapangan kerja hingga akhir tahun.

Tantangan utamanya terletak pada implementasi. Tanpa pengawasan ketat dan koordinasi yang solid, dampak stimulus bisa terfragmentasi. Namun, bila dijalankan dengan baik, paket ini dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi. Prasasti juga menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang bersifat counter-cyclical. Di tengah lemahnya permintaan sektor swasta, negara harus lebih aktif. Kunci suksesnya adalah memastikan realisasi kegiatan sesuai dengan rencana.

Paket kebijakan ini ditambah dengan komitmen Menteri Purbaya untuk membentuk satuan tugas khusus yang bertujuan mempercepat belanja. Ini diharapkan bisa mendukung tujuan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.

Pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada likuiditas, tetapi juga pada kepercayaan dan keberanian bisnis untuk berinvestasi. Dengan langkah-langkah yang tepat, pemerintah dapat mendorong perekonomian yang lebih sehat dan inklusif.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan