Pengetatan Impor Etanol dan Singkong Disambut Gubernur Lampung dengan Baik

Pemerintah Provinsi Lampung menagasai kebijakan baru pemerintah pusat yang memperketat impor etanol, singkong, serta produk turunannya seperti tepung tapioka. Langkah ini dianggap memberikan harapan baru bagi petani di Lampung, yang selama ini mengalami kendala akibat fluktuasi harga global dan aliran impor yang pesat.

Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menjelaskan bahwa Lampung, sebagai produsen singkong terbesar di Indonesia yang berkontribusi sekitar 70% produksi nasional, sangat terpengaruh oleh dampak harganya. Oleh karena itu, kebijakan pembatasan impor (Lartas) yang tertera dalam Permendag 31/2025 dan 32/2025 dianggap sesuai dengan kebutuhan daerah.

“Pemberlakuakan Lartas untuk impor tepung tapioka diharapkan dapat menguatkan kembali harga singkong di Lampung dan daerah lain. Kami juga mendukung penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk tepung tapioka agar perdagangan lebih teratur dan petani mendapatkan manfaat yang lebih layak,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/9/2025).

Inisiatif ini merupakan upaya pemerintah untuk mengatur keseimbangan antara kebutuhan industri dengan perlindungan petani, serta mengupayakan kemandirian pangan dan energi. Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa kebijakan tersebut dirancang untuk menjamin pasokan industri tetap stabil, melindungi petani, dan memperkuat daya saing sektor pertanian dan energi.

“Kebijakan impor akan disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri, kapasitas produksi lokal, dan potensi kekurangan. Dengan demikian, industri dapat berjalan lancar tanpa mengkorban kepentingan petani singkong dan tebu,” jelas Budi.

Dia menambahkan bahwa pengendalian impor etanol sangat penting untuk menjaga pendapatan petani tebu dan stabilitas harga. “Etanol memang vital bagi industri, tapi harus dijaga agar tidak merugikan petani. Oleh karenanya, impor etanol kembali diatur melalui Persetujuan Impor,” katanya.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sepakat bahwa kebijakan Lartas untuk impor etanol dan tapioka merupakan arahan Presiden untuk memastikan kebutuhan dalam negeri menjadi prioritas. “Jika produksi dalam negeri mencukupi, impor tidak diperbolehkan. Hal ini untuk memberikan kepastian pasar bagi petani lokal,” ujar Andi.

Dalam 10 bulan terakhir, Presiden telah menerbitkan 17 instruksi di sektor pangan yang langsung berdampak pada petani, mulai dari subsidi bibit senilai Rp200 miliar, regulasi pupuk melalui SETA, hingga program bongkar ratoon tebu senilai Rp1,6 triliun. “Semua kebijakan ini bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” tutupnya.

Inovasi dalam kebijakan pangan ini mengukuhkan komitmen pemerintah untuk mendukung petani dan memastikan stabilitas harga komoditas strategis. Dengan langkah-langkah yang terarah, diharapkan sector pertanian di Indonesia dapat berkembang lebih sehat dan berkelanjutan, memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Petani di Lampung dan seluruh Indonesia kini memiliki alasan untuk optimis. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, mereka diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Langkah ini juga mengukuhkan visi kemandirian pangan dan energi, yang tidak hanya mendukung ekonomi nasional tetapi juga menjaga keseimbangan antara industri dan petani.

Baca juga Berita lainnya di News Page