Bupati Aceh Selatan Terlibat Kontroversi: Umrah Saat Bencana Tanpa Izin Gubernur Mualem

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bencana yang melanda Aceh Selatan ternyata tak menghalangi Bupatinya untuk melakukan perjalanan ibadah ke luar negeri. Mirwan MS diketahui berangkat umrah bersama keluarga meskipun wilayah yang dipimpinnya masih dilanda musibah. Kepergian sang bupati menuai sorotan karena ternyata izin yang diajukannya ke Gubernur Aceh ditolak.

Muhammad MTA selaku juru bicara Pemerintah Provinsi Aceh membenarkan bahwa Mirwan sempat mengajukan permohonan izin ke luar negeri. Namun surat tersebut tidak dikabulkan oleh Gubernur Muzakir Manaf. Dalam balasan tertulisnya, Mualem menyatakan penolakan karena Aceh tengah berada dalam masa tanggap darurat bencana hidrometeorologi sejak 25 November 2025.

“Gubernur telah menetapkan status darurat bencana hidrometeorologi 2025 Aceh, maka Gubernur telah menyampaikan balasan tertulis permohonan tersebut tidak dapat dikabulkan atau ditolak,” ujar MTA.

Aceh Selatan menjadi salah satu wilayah yang terdampak paling parah akibat bencana ini. Mualem sendiri telah memerintahkan jajarannya untuk mengonfirmasi langsung keberangkatan Mirwan. Namun hingga kini, upaya konfirmasi masih menemui jalan buntu karena pihak terkait belum berhasil dihubungi.

Keberangkatan Mirwan ke Tanah Suci bermula dari unggahan di media sosial. Foto-fotonya saat menjalani ibadah umrah tersebar luas dan menjadi perbincangan publik. Dalam klarifikasinya, Pemkab Aceh Selatan melalui Kabag Prokopim Denny Herry Safputra menyatakan bahwa keberangkatan tersebut dilakukan setelah situasi dianggap stabil.

“Keberangkatan Bupati Aceh Selatan beserta istri menjalani ibadah umrah ke Tanah Suci tentunya setelah melihat situasi dan kondisi wilayah Aceh Selatan umumnya yang sudah stabil, terutama debit air yang sudah surut di pemukiman warga pada wilayah Bakongan Raya dan Trumon Raya,” jelas Denny.

Sementara itu, kondisi Aceh Selatan masih dalam masa pemulihan. Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang dipicu hujan deras selama beberapa hari menyebabkan kerusakan infrastruktur, terputusnya akses jalan, serta mengganggu aktivitas masyarakat. Dalam situasi seperti ini, kehadiran kepala daerah tentu sangat dibutuhkan, baik secara administratif maupun secara simbolik bagi masyarakat yang sedang berduka.

Kasus ini mengingatkan pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat, terutama dalam masa darurat. Izin yang tidak dikabulkan seharusnya menjadi batas yang tidak dilanggar, apalagi ketika nyawa dan kebutuhan dasar masyarakat sedang menjadi prioritas penanganan.

Di tengah masyarakat yang masih berjuang memulihkan kehidupan pasca-bencana, kehadiran pemimpin bukan hanya soal tugas formal, tetapi juga soal empati dan kehadiran fisik di tengah mereka. Sebuah keputusan untuk pergi di saat seperti ini tentu akan meninggalkan tanya di hati rakyat yang sedang membutuhkan uluran tangan dan semangat dari pemimpinnya.

Ketika ujian datang, ujian terbesar justru ada pada pilihan: tetap tinggal menemani, atau pergi mengejar sunyi di tempat yang jauh. Dan dalam krisis, rakyat selalu mengingat siapa yang hadir, bukan siapa yang pergi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan