Mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management, Ekiawan Heri Primaryanto, tangis di depan hakim ketika sidang kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Terdakwa dalam kasus investasi fiktif Taspen itu menegaskan bahwa ia tidak pernah berniat untuk mencuri uang.
Proses sidang berlangsung pada Jumat, 12 September 2024. Pemeriksaan dimulai dengan pertanyaan hakim tentang aset yang disita oleh KPK milik Ekiawan. “Saya disita rumah dan mobil saya, Yang Mulia,” jawab Ekiawan.
“Apakah ada aset lain dengan nilai ekonomi yang disita?” tanya hakim. “Tidak, Yang Mulia, hanya itu saja,” tanggapi Ekiawan.
Hakim kemudian meminta Ekiawan untuk membuktikan sumber dana pembelian aset tersebut. “Saudara harus membuktikan sumber dana itu, bisa melalui dokumen-dokumen yang diajukan dalam pleidoi. Penuntut akan memiliki kesempatan untuk menanggapi dalam bentuk replik,” jelas hakim. “Terima kasih, Yang Mulia,” balas Ekiawan.
Dalam sesi sidang yang sama, hakim menanyakan apakah Ekiawan ingin menyampaikan sesuatu. Saat itu, terdakwa mengaku tidak pernah berniat untuk mencuri uang sejak 2012. “Dari tahun 2012 sampai periode BUMN, tidak ada niatan untuk mencuri,” ujarnya sambil menangis. Ia juga mengaku ingin membantu masyarakat.
Dalam kasus yang sama, Ekiawan didakwa melakukan korupsi bersama mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih. Sidang tuntutan keduanya akan dilangsungkan pada Kamis, 18 September. Keduanya didakwa merugikan negara sebesar Rp 1 triliun melalui investasi fiktif. Jaksa meyakini bahwa terdakwa telah menikmati hasil kejahatan dalam kasus ini.
Jaksa menjelaskan bahwa Kosasih melakukan investasi pada reksa dana I-Next G2 dari portofolio PT Taspen tanpa adanya analisis yang mendalam. Investasi ini juga dilakukan secara tidak profesional. Perbuatan ini menambahkan kekayaan Kosasih senilai Rp 28,455,791,623, serta uang asing seperti USD 127,037, SGD 283 ribu, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound sterling, 128 ribu yen, HKD 500, dan 1,262,000 won Korea.
Selain itu, Ekiawan juga diperkaya sebesar USD 242,390, sementara Patar Sitanggang memperoleh Rp 200 juta. Kasus ini juga melibatkan sejumlah korporasi yang terlibat.
Kedasaran mereka didasarkan pada Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus korupsi besar ini mengingatkan kita bahwa kejujuran dan transparansi dalam pembiayaan publik harus menjadi prioritas. Setiap tindakan yang melanggar hukum tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan. Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk tetap percaya bahwa keadilan akan berjalan tanpa terhalang.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.