📰 Bongkar Hoax Aphelion! Ini Fakta Suhu Dingin Menurut BMKG
Dapatkan laporan terkini dan analisis mendalam mengenai peristiwa yang sedang hangat dibicarakan. Berikut rangkuman lengkapnya.
Setiap tahun, terutama pada pertengahan tahun, media sosial dan grup percakapan kerap diramaikan oleh informasi viral yang mengaitkan fenomena Aphelion dengan penurunan suhu drastis di Bumi. Narasi yang beredar sering kali menimbulkan kekhawatiran, menyebutkan bahwa suhu akan menjadi lebih dingin dari biasanya karena posisi Bumi yang berada di titik terjauh dari Matahari. Upaya untuk bongkar hoax Aphelion menjadi krusial untuk meluruskan misinformasi ini dengan menyajikan data dan fakta ilmiah yang akurat dari lembaga yang kredibel, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Fenomena cuaca memang merupakan topik yang kompleks, namun sering kali disederhanakan secara keliru dalam pesan berantai. Hoax mengenai Aphelion adalah contoh klasik bagaimana sebuah fakta astronomi dapat dipelintir untuk menciptakan penjelasan yang salah tentang fenomena meteorologi. Padahal, penurunan suhu yang dirasakan di sejumlah wilayah Indonesia pada periode tertentu memiliki penjelasan ilmiah yang jauh lebih logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Artikel ini akan mengupas tuntas fakta di balik suhu dingin menurut BMKG, membedah apa itu Aphelion sebenarnya, dan menjelaskan faktor-faktor dominan yang memengaruhi suhu udara di Indonesia.
Memahami Fenomena Aphelion yang Sebenarnya
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami apa itu Aphelion dari sudut pandang astronomi. Bumi mengorbit Matahari tidak dalam lintasan lingkaran sempurna, melainkan dalam lintasan berbentuk elips. Akibat bentuk orbit ini, ada satu titik di mana Bumi berada pada jarak terdekat dengan Matahari, yang disebut Perihelion, dan satu titik di mana Bumi berada pada jarak terjauh dari Matahari, yang dikenal sebagai Aphelion.
Fenomena Aphelion terjadi secara rutin setiap tahun, biasanya pada bulan Juli. Sebaliknya, Perihelion terjadi pada bulan Januari. Jarak rata-rata Bumi ke Matahari adalah sekitar 149,6 juta kilometer. Saat Perihelion, jaraknya berkurang menjadi sekitar 147,1 juta kilometer, dan saat Aphelion, jaraknya bertambah menjadi sekitar 152,1 juta kilometer. Perbedaan jarak ini memang ada, namun persentase variasinya relatif kecil, hanya sekitar 3,4%. Berdasarkan analisis data historis, fluktuasi jarak ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap suhu rata-rata global di permukaan Bumi.
Bukti paling nyata yang menyanggah kaitan langsung Aphelion dengan suhu dingin adalah musim yang terjadi di kedua belahan Bumi. Pada saat Bumi berada di titik Aphelion (Juli), Belahan Bumi Utara justru sedang mengalami puncak musim panas. Sebaliknya, Belahan Bumi Selatan mengalami musim dingin. Fakta ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa faktor penentu utama musim dan suhu di suatu wilayah bukanlah jarak Bumi dari Matahari, melainkan kemiringan sumbu rotasi Bumi.
Mengapa Aphelion Bukan Penyebab Utama Suhu Dingin?
Klaim bahwa Aphelion menjadi penyebab utama suhu dingin adalah sebuah penyederhanaan yang keliru dan tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Para ahli di BMKG secara konsisten menegaskan bahwa dampak Aphelion terhadap suhu di Indonesia sangat tidak signifikan. Penurunan suhu udara yang sering kita rasakan pada periode Juni hingga Agustus lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor atmosferik dan sirkulasi udara regional.
Energi panas yang diterima Bumi dari Matahari memang sedikit berkurang saat Aphelion, namun penurunannya hanya sekitar 7% dibandingkan saat Perihelion. Pengurangan ini tidak cukup kuat untuk menyebabkan penurunan suhu secara drastis sebagaimana yang sering dinarasikan dalam pesan hoax. Panas di atmosfer Bumi lebih banyak diatur oleh mekanisme lain yang lebih kompleks, seperti tutupan awan, kelembapan udara, dan pola angin.
Secara fundamental, suhu udara di suatu lokasi tidak hanya ditentukan oleh radiasi matahari yang datang, tetapi juga oleh seberapa banyak panas yang dapat ditahan oleh atmosfer di dekat permukaan. Inilah mengapa pada malam hari yang cerah tanpa awan, suhu bisa turun lebih cepat dibandingkan malam hari yang berawan. Awan berfungsi seperti selimut, menahan radiasi panas dari permukaan Bumi agar tidak lepas ke angkasa. Ketiadaan “selimut” inilah yang menjadi salah satu kunci untuk memahami fenomena suhu dingin di musim kemarau.
Bongkar Hoax Aphelion: Inilah Faktor Penentu Suhu Dingin Menurut BMKG
Setelah memahami bahwa Aphelion bukanlah kambing hitamnya, lantas apa fakta suhu dingin yang sebenarnya? BMKG telah memberikan penjelasan ilmiah yang komprehensif mengenai fenomena ini. Setidaknya, ada dua faktor utama yang saling berkaitan dan menjadi penyebab dominan suhu udara terasa lebih dingin di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
1. Pergerakan Angin Monsun Australia
Pada periode Juni hingga Agustus, wilayah Australia berada dalam musim dingin. Akibatnya, massa udara di benua tersebut bersifat dingin dan kering. Pada saat yang bersamaan, sirkulasi udara global mengaktifkan angin monsun Australia yang bergerak dari Australia menuju Asia, melewati wilayah Indonesia.
Angin ini membawa serta massa udara yang dingin dan kering tersebut melintasi kepulauan Indonesia. Kehadiran udara yang lebih kering menyebabkan penurunan kelembapan relatif. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah, artinya ia tidak dapat menyimpan panas secara efektif. Hal ini berkontribusi pada sensasi dingin yang lebih terasa, terutama pada malam hingga pagi hari. Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa puncak musim kemarau di Jawa hingga Nusa Tenggara sering kali bertepatan dengan periode terkuatnya aliran monsun Australia ini.
2. Minimnya Tutupan Awan di Musim Kemarau
Faktor kedua, yang juga merupakan dampak dari pergerakan monsun Australia, adalah kondisi cuaca yang cenderung cerah dengan sedikit tutupan awan. Musim kemarau identik dengan hari-hari yang terik dan langit biru yang bersih. Meskipun pada siang hari terasa panas, kondisi ini justru memicu penurunan suhu yang signifikan pada malam hari.
Pada siang hari, permukaan Bumi menyerap radiasi gelombang pendek dari Matahari. Pada malam hari, permukaan Bumi melepaskan energi tersebut kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang panjang atau radiasi inframerah. Ketika langit tertutup awan, sebagian besar radiasi panas ini akan dipantulkan kembali ke permukaan, sehingga suhu udara cenderung hangat dan stabil. Namun, saat musim kemarau di mana langit cerah, tidak ada “penghalang” yang menahan radiasi panas tersebut. Akibatnya, panas dari permukaan Bumi hilang dengan cepat ke angkasa, menyebabkan suhu udara minimum permukaan turun drastis menjelang pagi hari.
Dampak Suhu Dingin dan Cara Menyikapinya dengan Tepat
Kombinasi dari kedua faktor di atas menciptakan kondisi yang ideal untuk penurunan suhu yang signifikan. Dampak yang paling ekstrem dari fenomena ini dapat diamati di wilayah dataran tinggi, seperti kawasan Dieng di Jawa Tengah. Di lokasi ini, suhu udara pada dini hari bahkan bisa mencapai titik beku (0° Celsius) atau di bawahnya.
Kondisi ini menyebabkan munculnya fenomena embun yang membeku, yang oleh masyarakat lokal disebut sebagai embun upas atau bun upas. Embun upas ini menutupi permukaan tanah dan tanaman dengan lapisan es tipis, menciptakan pemandangan yang indah namun juga dapat merusak tanaman pertanian. Penting untuk dicatat bahwa fenomena ini bersifat lokal dan merupakan akibat langsung dari kondisi meteorologis spesifik di dataran tinggi, bukan karena Aphelion.
Menghadapi periode suhu dingin ini, langkah paling bijak adalah mencari informasi cuaca akurat dari sumber terpercaya seperti BMKG. Masyarakat dianjurkan untuk mempersiapkan pakaian yang lebih hangat, terutama untuk aktivitas di luar ruangan pada malam atau pagi hari. Menjaga daya tahan tubuh dengan asupan nutrisi yang baik juga penting untuk mencegah penyakit yang sering muncul saat perubahan cuaca, seperti flu atau batuk.
Sebagai penutup, upaya bersama untuk bongkar hoax Aphelion dan menyebarkan penjelasan ilmiah cuaca dingin sangatlah penting di tengah derasnya arus informasi. Fenomena suhu dingin yang terjadi setiap tahun di Indonesia adalah peristiwa meteorologi yang normal, didominasi oleh pengaruh angin monsun Australia dan kondisi langit yang cerah selama musim kemarau. Memahami fakta ini tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga membantu kita terhindar dari kekhawatiran yang tidak berdasar akibat misinformasi.
Oleh karena itu, selalu utamakan verifikasi informasi ke sumber yang ahli dan kredibel. Dengan pemahaman yang benar, kita dapat menyikapi setiap fenomena alam dengan lebih tenang dan rasional. Bagikan artikel ini agar lebih banyak orang memahami fakta ilmiah di balik suhu dingin yang kita rasakan dan tidak lagi termakan oleh berita bohong yang berulang setiap tahun.
📝 Sumber Informasi
Artikel Bongkar Hoax Aphelion! Ini Fakta Suhu Dingin Menurut BMKG ini dirangkum dari berbagai sumber terpercaya untuk memastikan akurasi informasi.

Owner Thecuy.com
BMKG udah turun tangan, guys! Kirain aphelion tuh konspirasi level bumi datar, taunya cuma kurang piknik aja. Duh, BMKG ribet amat sih, padahal kan asiknya bikin status galau gegara “dinginnya sikapmu”. Kalian tim percaya aphelion bikin menggigil atau tim selimut tebal karena mantan?
Wah, ada yang panik gara-gara suhu dingin ya? Sampai BMKG turun tangan menjelaskan. Kirain udah kiamat mini ternyata cuma aphelion doang, hihi. Gimana nih, pada udah siapkan jaket tebelnya?