Anime Trending Tiktok — Anda tentu tidak asing dengan anime yang hits ponsel jatuh yang belakangan ini viral di TikTok. Content TikTok yang mengulas anime Stuck in The Wall Girl ini kerap bolak-balik di FYP banyak orang. Mengapa anime ponsel jatuh ini dapat trending di TikTok? Jika Anda ingin tahu dengan anime trending di TikTok Stuck in The Wall 3d Animation, karena itu Anda dapat memerhatikan ulasan ini kali untuk melegakan rasa ingin tahu Anda. baca juga kenapa tidak bisa login telegram
Anime Trending TikTok
video yang sekarang ini trending di TikTok ialah Stuck in The Wall Girl. Anime yang ini kerap dikatakan sebagai Stuck in The Wall Girl 3D Animation atau Rina and The Hole. Dalam anime Rina and The Hole itu ada seorang gadis yang tidak menyengaja jatuhkan ponsel di dalam sebuah lubang. Gadis itu lalu usaha keras untuk ambil ponsel yang jatuh. Karena episode tersebut banyak TikTokers yang membuat content “Misalkan waktu itu ponsel ku tidak jatuh “. baca juga cara membuat foto 3d di facebook
Mengapa Anime Stuck in The Wall Dapat Trending?
Anime Stuck in The Wall ini dapat trending karena mempunyai alur cerita yang unik. Karena ponsel si gadis yang jatuh, karena itu si gadis juga pada akhirnya terjerat dalam lubang dan tidak dapat keluar. Dalam anime trending TikTok itu ada figur pria yang punya niat untuk keluarkan gadis itu dari lubang. Tetapi, cara menolong pria itu benar-benar negatif.
Anime Stuck in The Wall 3D Animation atau Rina and The Hole ini sebagai anime yang memiliki kandungan elemen negatif. Anime 3D yang ini dicap untuk pemirsa dengan umur keatas.
Cara Menonton Anime Trending TikTok Stuck in The Wall
Karena anime ini benar-benar trending, karena itu beberapa orang yang ingin tahu dengan cara melihat anime Stuck in The Wall ini. Anda dapat ketahui semakin banyak mengenai anime trending ponsel jatuh ini. Dari info yang tersebar, Anda bisa juga melihat Rina and The Hole ini lewat aplikasi lainnya. Kami anjurkan untuk Anda yang belum cukup usia tidak untuk melihat anime Stuck in The Wall ini. baca juga cara membuat efek tulisan 3d di coreldraw x7 dengan cepat
Segala hal yang trending di TikTok tak perlu selalu Anda ikuti. Karena banyak beberapa hal tidak bagus yang belakangan ini kerap trending di TikTok. Demikian ulasan mengenai anime Stuck in The Wall ini.
Oke, siap-siap, pegangan. Gue bakal ajak kalian menyelam ke ‘lubang kelinci’ teknis di balik salah satu fenomena 3D paling ikonik sekaligus paling disalahpahami di internet: si ‘Stuck in the Wall Girl’.
Kalian semua pasti pernah lihat, kan? Entah itu di game, di animasi pendek, atau di render-render iseng para seniman 3D. Sesosok karakter, biasanya cewek anime dengan aset yang, uhm… menonjol, secara ‘tidak sengaja’ menabrak tembok dan sebagian tubuhnya seolah meleleh, menyatu, atau terperangkap di dalam tembok itu dengan bentuk yang… well, kalian tahu lah.
Reaksi pertama kebanyakan orang? “Hahaha, bug konyol!” atau “Wah, clipping-nya parah banget.” Bahkan beberapa animator yang gue kenal awalnya cuma ngangkat bahu, “Ah, itu mah collision detection-nya error.”
Salah. Salah besar, bro.
Gue di sini buat ngasih tahu kalian: itu bukan bug. Itu bukan glitch. Itu bukan sekadar clipping yang gagal. Apa yang kalian lihat itu adalah sebuah feature. Sebuah karya seni teknis yang disengaja, dirancang dengan presisi, dan butuh pemahaman mendalam tentang manipulasi geometri 3D yang bisa bikin technical artist senior di Pixar atau Naughty Dog pun angkat topi.
Selama bertahun-tahun gue berkecimpung di dunia VFX dan animasi 3D, gue udah lihat segala macam trik. Tapi teknik di balik ‘Stuck in the Wall Girl’ ini punya tempat spesial di hati gue. Kenapa? Karena ini adalah perpaduan sempurna antara seni, matematika, dan keisengan tingkat dewa.
Jadi, siapkan kopi, luruskan punggung, karena kita akan bongkar habis-habisan rahasia dapur dari fenomena ini. Dan percaya sama gue, setelah baca ini, kalian nggak akan pernah lagi melihat ‘cewek nempel di tembok’ dengan cara yang sama.
Bagian 1: “Bro, Itu kan Cuma Clipping?” – Membedah Mitos Paling Umum
Sebelum kita masuk ke jeroan teknisnya, kita harus samakan persepsi dulu. Kita perlu hancurkan miskonsepsi terbesar yang menyelimuti fenomena ini.
Apa itu Clipping yang Sebenarnya?
Bayangin lo lagi main game open-world. Lo lari-lari, terus karakter lo deketin meja. Tiba-tiba, tangan atau kaki karakter lo nembus permukaan meja itu. Poligon tangan dan poligon meja saling tumpang tindih tanpa ada reaksi apa-apa. Nah, itulah yang disebut clipping.
Secara teknis, clipping terjadi ketika bounding box atau collision mesh dari dua objek atau lebih gagal mendeteksi satu sama lain, sehingga mesin render grafis tetap menggambar keduanya di posisi masing-masing, menghasilkan ilusi visual bahwa mereka saling menembus. Ini adalah bug, sebuah kesalahan yang tidak diinginkan. Hasilnya kaku, jelek, dan memecah ilusi.
Lalu, Apa Bedanya dengan Si ‘Stuck in the Wall Girl’?
Coba perhatikan baik-baik, bener-bener perhatikan detailnya saat efek ini terjadi.
- Bukan Menembus, tapi Melebur: Karakter itu tidak sekadar ‘nembus’ tembok. Lihat deh, bagian tubuh yang kena tembok itu nggak hilang atau terpotong begitu saja. Sebaliknya, bagian itu berdeformasi. Mesh (jaring-jaring poligon yang membentuk model 3D) dari tubuhnya seolah-olah ‘ditekan’, ‘gepeng’, dan mengikuti kontur permukaan tembok.
- Tekstur yang Meregang, Bukan Terpotong: Kalau itu clipping biasa, tekstur kulit atau baju karakter bakal terpotong secara kasar di perpotongan dengan tembok. Tapi di sini? Teksturnya ikut meregang dan ‘menempel’ di permukaan yang terdeformasi itu. Ini menunjukkan ada manipulasi UV map yang terjadi secara real-time.
- Ada ‘Efek Tekanan’ yang Mulus: Perhatikan transisi dari bagian tubuh yang normal ke bagian yang ‘nempel’ di tembok. Ada gradasi yang mulus, seolah-olah ada tekanan yang menekan bagian tubuh itu. Ini bukan perilaku objek solid yang saling menembus. Ini perilaku objek lunak (soft body) yang ditekan ke permukaan keras.
Gue kasih analogi biar gampang.
- Clipping itu kayak lo nusukin pisau ke sepotong balok kayu. Pisaunya masuk, kayunya diem aja. Dua-duanya objek keras yang saling menembus (secara visual di dunia 3D).
- *Efek ‘Stuck in the Wall’ itu kayak lo neken muka lo ke adonan roti atau Play-Doh. Adonannya nggak tembus, kan? Adonannya bakal gepeng, meregang, dan membentuk cetakan negatif dari muka lo. Ada deformasi, ada peregangan.
Udah mulai kebayang kan bedanya? Yang satu adalah kesalahan komputasi (bug), yang satunya lagi adalah simulasi fisika (atau setidaknya, ilusi simulasi fisika) yang disengaja.
Sekarang setelah kita tahu ini BUKAN clipping, pertanyaan selanjutnya adalah… “Jadi, gimana cara kerjanya, bang?”
Well, hold my beer.
Bagian 2: Jantung Operasi – Deformasi Mesh Berbasis Proksimitas dan Vertex Shader
Ini dia bagian dagingnya. Teknik ini pada dasarnya adalah sihir yang dilakukan di level vertex (titik sudut poligon). Ini bukan sesuatu yang bisa lo keyframe secara manual di Autodesk Maya atau Blender. Ini adalah sebuah sistem, sebuah prosedur otomatis yang berjalan di dalam game engine atau render engine.
Mari kita pecah jadi beberapa komponen utama.
2.1. Pondasi Wajib: High-Density Mesh dengan Topologi yang Waras
Lo nggak bisa bikin efek ini pakai model 3D asal-asalan yang diunduh gratisan. Lupakan. Pondasi dari deformasi yang mulus adalah mesh itu sendiri.
- Apa itu Mesh & Topologi? Bayangin model 3D itu kayak patung yang dibungkus jaring kawat. Jaring kawat itu adalah mesh. Titik-titik di mana kawat bertemu adalah vertices. Garis kawatnya adalah edges. Dan setiap kotak jaringnya adalah face atau polygon.
- Topologi adalah cara jaring-jaring ini disusun. Topologi yang bagus biasanya terdiri dari quads (segi empat), tersusun rapi mengikuti alur otot dan kontur tubuh. Topologi yang jelek itu acak-acakan, banyak triangles (segi tiga) di tempat yang salah, dan alurnya berantakan.
Untuk efek ‘Stuck in the Wall’, lo butuh dua hal:
- Kepadatan Mesh yang Tinggi (High-Density): Terutama di area-area yang akan sering berdeformasi (dada, pinggul, perut). Kenapa? Analogi lagi: coba bayangin lo mau membengkokkan selembar kertas. Kalau kertasnya cuma punya 4 titik sudut, lo cuma bisa melipatnya. Tapi kalau kertas itu punya 1000 titik, lo bisa menggulungnya, menekuknya, membentuknya jadi ombak dengan sangat mulus. Semakin banyak vertices, semakin detail dan mulus deformasi yang bisa dicapai.
- Topologi ‘Animation-Ready’: Alur polygon harus mengikuti bentuk anatomi. Ini memastikan ketika mesh ditarik atau ditekan, peregangannya terlihat natural, nggak ‘robek’ atau kelihatan aneh. Coba lihat gambar di bawah ini. Topologi yang kiri bakal hancur kalau coba dideformasi ekstrem, yang kanan bakal mulus. Para kreator efek ini SANGAT paham soal ini.
(Catatan: Gambar ini hanya ilustrasi konseptual)
Tanpa pondasi ini, semua teknik canggih yang akan kita bahas selanjutnya bakal sia-sia. Hasilnya bakal kelihatan kayak model 3D rusak, bukan deformasi yang artistik.
2.2. Otak Operasi: Vertex Shader dan Proximity Field
Oke, ini bagian yang bikin para animator tradisional garuk-garuk kepala karena ini bukan lagi dunia seni, tapi sudah masuk ke ranah programming.
Apa yang sebenarnya terjadi bukanlah deteksi tabrakan (collision). Melainkan, deteksi kedekatan (proximity).
Begini cara kerjanya secara sederhana:
- Ada Objek Tak Terlihat: Si seniman akan menempatkan sebuah objek geometri sederhana yang tak terlihat (disebut influence object atau proxy geometry) di dalam tembok. Bisa berbentuk kubus, bidang (plane), atau bentuk apa pun yang sesuai dengan permukaan tembok.
- Setiap Vertex Jadi ‘Sensor’: Nah, di sinilah sihirnya dimulai. Dengan menggunakan custom shader, khususnya Vertex Shader, setiap vertex pada model karakter diprogram untuk terus-menerus menanyakan satu hal: “Seberapa jauh jarak gue dari influence object di tembok itu?”
- Aturan Deformasi: Vertex shader ini punya serangkaian aturan. Contoh aturannya bisa seperti ini:
- “JIKA jarakku ke influence object lebih dari 20 cm, JANGAN lakukan apa-apa.”
- “JIKA jarakku di antara 0 cm dan 20 cm, MAKA geser posisiku ke arah permukaan influence object.”
- “Semakin dekat jarakku ke 0 cm, semakin kuat pergeserannya, hingga aku benar-benar ‘menempel’ di permukaan influence object.”
Ini menciptakan efek ‘medan magnet’ atau ‘medan gaya’ di sekitar tembok. Saat karakter masuk ke medan ini, vertices-nya mulai ‘tertarik’ dan menempel ke permukaan tembok.
Analogi Dunia Nyata: Bayangin lo punya ribuan serbuk besi kecil yang membentuk patung manusia (ini mesh karakter lo). Terus, lo deketin sebuah magnet super kuat yang berbentuk lempengan datar (ini influence object di tembok). Apa yang terjadi? Serbuk besi yang paling dekat dengan magnet akan langsung menempel rata di permukaan magnet. Serbuk yang agak jauh akan sedikit tertarik, melengkung ke arah magnet. Serbuk yang jauh banget nggak akan terpengaruh.
Persis! Itulah yang dilakukan vertex shader. Dia bukan sekadar memindahkan vertex, tapi memindahkannya berdasarkan sebuah fungsi matematika yang berhubungan dengan jarak. Ini yang menciptakan gradasi tekanan yang mulus itu.
Ini BUKAN fitur standar di software 3D. Ini harus ditulis manual pakai kode shader (seperti HLSL untuk DirectX/Unity/Unreal atau GLSL untuk OpenGL). Di sinilah “level dewa”-nya dimulai. Lo harus jadi seniman sekaligus programmer.
2.3. Sistem Saraf: Rigging dan Skinning yang Mendukung Peregangan Ekstrem
Model udah bagus, shader udah canggih. Tapi kalau kerangka (rig) dan kulitnya (skin) nggak disiapkan dengan benar, hasilnya bakal amburadul.
- Rigging adalah proses memberi ‘tulang’ digital pada model 3D agar bisa digerakkan.
- Skinning (atau weight painting) adalah proses menentukan seberapa kuat setiap tulang mempengaruhi vertices di sekitarnya. Misalnya, tulang siku harusnya 100% mempengaruhi vertices di area siku, tapi 0% mempengaruhi vertices di kepala.
Untuk efek ‘Stuck in the Wall’, skinning standarnya nggak cukup. Kalau lo cuma mengandalkan tulang utama (lengan, tulang belakang, dll.), saat mesh-nya ditekan dan meregang oleh shader, hasilnya akan aneh. Bagian yang meregang akan terasa ‘kosong’ atau ‘patah’.
Solusinya? Para pro menggunakan helper joints atau corrective blendshapes.
- Helper Joints: Ini adalah tulang-tulang kecil tambahan yang diletakkan di antara tulang utama, terutama di area yang rawan deformasi. Fungsinya bukan untuk digerakkan oleh animator, tapi untuk secara otomatis menjaga volume dan bentuk mesh saat ditekuk atau diregangkan.
- Corrective Blendshapes (or Morph Targets): Ini adalah ‘patung’ cadangan dari sebuah mesh dalam pose tertentu. Misalnya, saat siku ditekuk 90 derajat, engine akan secara otomatis mengaktifkan blendshape ‘siku tekuk 90 derajat’ untuk memperbaiki bentuk lipatan siku agar tidak terlihat aneh. Dalam kasus kita, bisa jadi ada blendshape khusus untuk ‘kondisi gepeng’ yang diaktifkan oleh shader untuk membantu transisi deformasi jadi lebih mulus.
Proses skinning untuk ini juga harus ‘lembut’. Weight harus dibaurkan dengan sangat halus agar saat mesh meregang, peregangannya terdistribusi secara merata, bukan terkonsentrasi di satu titik yang bikin kelihatan ‘sobek’.
Bagian 3: Saus Rahasia – Teknik Lanjutan yang Memisahkan Amatir dari Master
Kalau lo pikir yang di atas sudah rumit, you ain’t see nothing yet. Untuk menghasilkan efek ‘Stuck in the Wall Girl’ yang benar-benar high-quality dan bikin kita bilang “wow”, ada beberapa lapisan teknik lagi di atasnya. Ini yang membedakan render iseng di forum dari karya masterpiece.
3.1. Ilusi Detail Tak Terhingga: Real-time Tessellation dan Displacement
Ingat kan tadi gue bilang kita butuh high-density mesh? Masalahnya, punya model dengan jutaan poligon dari awal itu BERAT banget buat komputer. Bisa bikin game atau animasi jadi lag parah.
Jadi, gimana caranya punya detail tinggi tanpa mengorbankan performa? Jawabannya: Tessellation.
- Apa itu Tessellation? Secara sederhana, tessellation adalah teknik di mana GPU (kartu grafis) secara dinamis menambahkan poligon baru ke sebuah mesh secara real-time, tepat di saat dibutuhkan.
Begini cara kerjanya dalam konteks kita:
- Model karakter dasarnya mungkin punya poligon yang nggak terlalu padat (medium-poly).
- Saat vertex shader mendeteksi karakter mendekati ‘medan deformasi’ tembok, ia tidak hanya memberi perintah untuk menggeser vertices, tapi juga mengirim sinyal ke hardware tessellation di GPU.
- Sinyalnya bilang: “Hei GPU, tolong pecah setiap poligon di area ini jadi 16 poligon yang lebih kecil!”
- GPU melakukannya secara instan. Tiba-tiba, area yang tadinya cuma punya 100 poligon sekarang punya 1600 poligon.
- Setelah punya poligon super padat ini, teknik selanjutnya dipakai: Displacement Mapping. Shader menggunakan bentuk dari influence object (tembok) sebagai ‘peta ketinggian’ untuk mendorong atau menekan vertices yang baru dibuat ini.
Hasilnya? Deformasi yang SANGAT DETAIL dan mulus, karena sekarang ada ribuan titik untuk dibentuk. Tapi semua ini hanya terjadi di area yang dibutuhkan dan hanya saat dibutuhkan. Saat karakter menjauh dari tembok, GPU akan menghapus poligon tambahan itu, dan model kembali ke kondisi medium-poly yang ringan.
Ini teknik level triple-A games. Sangat efisien, hasilnya luar biasa. Ini bukan lagi sekadar menggeser titik, ini memahat ulang geometri secara real-time. Mind-blowing, kan?
3.2. Fisika Tipu-Tipu: Menciptakan Efek Soft Body Tanpa Simulasi Fisika Sungguhan
Banyak yang ngira efek ini menggunakan simulasi soft body (fisika benda lunak) seperti Jell-O atau kain. Kalau beneran pakai itu, siap-siap saja PC atau konsol lo meleleh. Simulasi fisika sungguhan itu luar biasa berat secara komputasi.
Sekali lagi, ini semua adalah ILUSI. Sebuah trik cerdas yang dilakukan oleh shader.
Efek ‘goyangan’ atau ‘jiggling’ tambahan yang kadang kalian lihat saat karakter menempel dan lepas dari tembok, itu bukan hasil simulasi. Itu biasanya dicapai dengan fungsi matematika sederhana di dalam vertex shader. Misalnya, dengan menambahkan fungsi sinus (Sinewave) pada pergerakan vertex setelah deformasi utama terjadi.
Jadi, ada semacam timer di shader. “Setelah kontak dengan tembok berakhir, goyangkan vertices di area ini maju-mundur mengikuti kurva sinus selama 0.5 detik dengan amplitudo yang semakin mengecil.”
Ini menciptakan ilusi ‘inercia’ atau ‘efek pegas’ yang sangat meyakinkan, seolah-olah bagian tubuh itu punya massa dan kekenyalan. Padahal, itu cuma beberapa baris kode matematika, bukan kalkulasi fisika yang rumit. Jauh lebih cepat, jauh lebih efisien, dan bisa dikontrol sepenuhnya oleh seniman. Jenius.
3.3. Sentuhan Akhir sang Maestro: Manipulasi Normal Map untuk Pencahayaan Sempurna
Ini adalah detail kecil yang sering terlewatkan oleh mata awam, tapi ini yang benar-benar menjual ilusi ini sebagai sesuatu yang nyata (di dalam dunia 3D, tentunya).
- Apa itu Normal Map? Lo pernah lihat tekstur game yang warnanya ungu-kebiruan aneh? Itulah normal map. Fungsinya bukan untuk memberi warna, tapi untuk memberi tahu engine ke arah mana setiap piksel di permukaan model ‘menghadap’. Ini digunakan untuk memalsukan detail pencahayaan. Goresan kecil di baju, pori-pori di kulit, semua itu ilusi dari normal map. Tanpanya, model akan terlihat rata dan seperti plastik.
Masalahnya: ketika lo mendeformasi mesh secara ekstrem, informasi arah dari normal map asli jadi salah. Permukaan yang seharusnya sekarang gepeng, mungkin masih menerima cahaya seolah-olah bentuknya bulat. Ini akan menciptakan artefak pencahayaan yang aneh dan langsung merusak ilusi.
Solusinya? Shader yang canggih ini juga memanipulasi normal secara real-time. Ada beberapa cara untuk melakukannya:
- Recomputing Normals: Shader bisa menghitung ulang vektor normal dari geometri yang baru terdeformasi. Ini akurat tapi bisa sedikit berat.
- Blending Normals: Cara yang lebih cerdas. Shader memiliki informasi normal dari permukaan tembok (yang datar). Saat karakter menempel, shader akan secara bertahap ‘mem-blend’ atau mencampurkan normal map asli milik karakter dengan normal dari tembok. Hasilnya, bagian yang menempel di tembok akan menerima cahaya seolah-olah itu adalah permukaan yang benar-benar datar, menyatu sempurna dengan pencahayaan tembok di sekitarnya.
Ini adalah detail subtle yang butuh pemahaman mendalam tentang rendering pipeline. Tapi tanpa ini, sebagus apa pun deformasinya, hasilnya akan tetap terlihat seperti glitch.
Kesimpulan: Jadi, Kenapa Animator Pro Garuk-Garuk Kepala?
Jadi, mari kita rangkum. Kenapa sesuatu yang terlihat seperti bug clipping sederhana ini実は adalah sebuah pencapaian teknis yang luar biasa?
- Ini Gabungan Multi-disiplin: Efek ini tidak bisa dibuat oleh satu orang dengan satu keahlian. Lo butuh seorang 3D Modeler yang jago topologi, seorang Rigger yang paham skinning kompleks, dan yang paling penting, seorang Technical Artist yang fasih menulis kode shader dan memahami arsitektur GPU. Orang-orang seperti ini langka dan mahal. Seorang animator tradisional atau modeler biasa kemungkinan besar tidak menyentuh kode shader. Seorang programmer murni mungkin tidak paham nuansa topologi dan skinning.
- Ini Non-Standard dan Custom-Built: Lo nggak akan nemu tombol “Stuck in Wall Effect” di Blender, Maya, atau 3ds Max. Setiap implementasi yang kalian lihat kemungkinan besar adalah solusi custom yang dibangun dari nol untuk engine tertentu (Unity, Unreal, atau engine proprietary lainnya). Ini membutuhkan riset, eksperimen, dan debugging yang panjang.
- Neraka Debugging: Coba bayangin lo salah ketik satu baris di kode vertex shader itu. Hasilnya bukan sekadar pesan error. Hasilnya adalah model karakter lo ‘meledak’ di layar jadi lautan vertices yang nggak karuan, atau langsung crash. Proses mencari kesalahan di antara ratusan baris kode matematika yang memanipulasi jutaan titik di ruang 3D adalah mimpi buruk.
Jadi, lain kali kalau kalian melihat meme atau animasi pendek ‘Stuck in the Wall Girl’, jangan cuma tertawa melihatnya sebagai bug atau konten iseng. Berhentilah sejenak. Apresiasi kerumitan di baliknya.
Kalian sedang melihat sebuah demonstrasi elegan dari penguasaan geometri 3D, sebuah balet digital yang ditarikan oleh vertices, shaders, dan matematika. Kalian sedang menyaksikan karya seorang technical artist yang sangat, sangat tahu apa yang mereka lakukan.
Itu bukan bug, bro. Itu adalah pameran skill. Dan sebagai orang yang berkecimpung di industri ini, gue cuma bisa bilang: respect. Mereka pantas mendapatkannya.

Waduh, HP jatuh gara-gara keasyikan nonton anime di TikTok? Fix, ini mah definisi generasi rebahan sejati. Kira-kira, episode berapa yang bikin HP-nya jadi korban ya? 🤣 Share dong pengalaman HP jatoh kalian karena apa!
Waduh, HP-nya nyangkut di tembok gara-gara kebanyakan nonton anime di TikTok? Mungkin efek samping isekai nih, kebawa suasana pengen jadi karakter anime. Kalian pernah ngalamin kejadian absurd gara-gara kebanyakan scroll TikTok gak? Bagi dong ceritanya!