Wakil Menteri Investasi Menyatakan Biaya Produksi Energi Hijau di Indonesia Terlalu Tinggi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Menteri Investasi/BKPM Todotua Pasaribu mengungkapkan bahwa produksi energi bersih di Indonesia terus menjadi isu yang relevan. Menurutnya, biaya produksi masih tinggi karena rantai pasok di sektor ini belum optimal.

“Ketika kita beralih ke energi ramah lingkungan, apapun ceritanya, produksi saat ini masih mahal. Mengapa? Karena proses supply chain masih menuntut biaya yang tinggi,” ujarnya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah terus mendorong hilirisasi industri. Todotua menyatakan bahwa dengan hilirisasi, kebutuhan bahan baku bisa dipenuhi secara lokal, termasuk untuk pembangkit listrik tenaga surya.

“Bagaimana kita bisa membangun industri yang memiliki daya saing dalam pembuatan panel surya, sehingga rantai pasok dapat membantu menurunkan biaya energi bersih kita,” katanya.

Selain itu, pemerintah juga fokus pada adopsi teknologi ramah lingkungan dalam proses hilirisasi. Namun, permasalahan biaya tetap menjadi tantangan utama.

“Semua soal biaya. Semua soal harga strategis yang akan dihasilkan,” tambahnya.

Menurut laporan terbaru, biaya produksi energi terbarukan di Indonesia masih 30% lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Ini disebabkan oleh ketergantungan pada impor komponen utama seperti panel surya dan baterai.

Studi kasus menunjukkan bahwa negara-negara seperti Vietnam berhasil menurunkan biaya energi surya hingga 20% dalam waktu tiga tahun melalui investasi pada hilirisasi dan peningkatan efisiensi rantai pasok. Indonesia bisa belajar dari model ini.

Jika kita bisa memanfaatkan sumber daya alam dan teknologi lokal dengan bijak, biaya energi hijau bisa turun drastis. Hal ini akan menguntungkan industri dan konsumen secara langsung.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan