BPJS Watch Meminta Kebersihan dalam Pemilihan Dewas-Direksi BPJS

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Proses pemilihan calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan untuk periode 2026-2031 telah menjadi perhatian publik. Dua organisasi penelaah independen, BPJS Watch dan Indonesian Audit Watch (IAW), mengungkapkan kekhawatiran terkait pelaksanaan seleksi yang dipandang tidak layak. Dalam deklarasi bersama dengan tema ‘#SaveJamsos Indonesia, Agar BPJS Tidak Jadi Bancakan’, mereka mengungkap adanya dugaan campur tangan politik dalam penentuan anggota panitia seleksi, penundaan terbitnya Keppres 104/P dan 105/P tahun 2025, serta batas waktu pendaftaran yang sempit, hanya berlangsung tiga hari.

BPJS Watch melaporkan adanya masalah teknis selama proses pendaftaran online, seperti kesulitan mengunggah dokumen, masalah server, sampai perubahan instansi tujuan tanpa persetujuan peserta. Selain itu, hasil seleksi tahap administratif dipandang tidak memenuhi standar karena hanya lima calon Dewas dari unsur pekerja dan pemberi kerja yang lolos dalam masing-masing BPJS. Beberapa nama yang terpilih masih terlibat sebagai pengurus partai politik aktiv, hal ini dianggap melanggar ketentuan berlaku.

Organisasi tersebut meminta proses seleksi diulang dengan transparansi dan objekifitas yang lebih tinggi. Mereka menyampaikan somasi dengan batas waktu tanggapan selama 24 jam, dan jika tidak dijawab, mereka siap melanjutkan tindakan hukum. Selain itu, mereka menilai Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) gagal menjaga keberadaan independen karena berperan ganda sebagai pengawas dan pelaksana seleksi, situasi ini dianggap rawan konflik kepentingan. BPJS Watch dan IAW menyoroti pentingnya pemerintah untuk memastikan seluruh tahapan rekrutmen pimpinan BPJS dilakukan dengan transparansi, akuntabilitas, dan bebas dari intervensi politik. “BPJS adalah lembaga publik yang mengelola dana masyarakat, jangan biarkan menjadi alat kekuasaan,” ujar mereka pada pernyataan tersebut.

Selain kritik yang ditujukan kepada proses seleksi, ada juga perhatian terhadap dampak jangka panjang dari praktik tersebut. Jika tidak diatasi dengan tepat, situasi ini bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan sosial. Hal ini menimbulkan tantangan bagi pemerintah dan semua pihak terkait untuk memperbaiki proses seleksi, sehingga BPJS dapat terus berfungsi sebagai lembaga yang profesional dan bertanggung jawab.

Dalam konteks lebih luas, kasus ini mengingatkan pada pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga publik. Pengalaman ini juga bisa menjadi pelajaran bagi institusi lain agar lebih bijaksana dalam manajemen proses rekrutmen, khususnya dalam mengelola potensi konflik kepentingan. Serta menegaskan bahwa kemerdekaan lembaga jaminan sosial perlu dipertahankan agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Keterlibatan politik dalam proses seleksi pimpinan BPJS tidak hanya mengancam integritas lembaga tersebut, tetapi juga mengancam kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan sosial. Pengalaman ini mengajarkan betapa pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam setiap tahapan pemilihan kepemimpinan. Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menuntut akuntabilitas dan memastikan bahwa dana jaminan sosial digunakan dengan bijaksana. Dengan demikian, upaya bersama antara pemerintah, lembaga jaminan sosial, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan