Raisa dan Hamish Memilih Co-Parenting Setelah Perceraian

Raisa Andriana dan Hamish Daud mengungkapkan perpisahan mereka melalui pernyataan resmi, meminta dukungan agar privasi dan keamanan putri mereka, Zalina Raine Wyllie, tetap terjaga. Keduanya sepakat bahwa pemisahan ini adalah keputusan terbaik untuk anak mereka. Dalam pernyataan bersama, mereka menyampaikan bahwa meskipun hubungan mereka berubah, cinta kepada Zalina tetap abadi. Menjaga dan merawat putri mereka menjadi tanggung jawab seumur hidup.

Raisa dan Hamish berkomitmen untuk terus berperan sebagai co-parents, memastikan anak mereka tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang. Co-parenting, sebagai model pengasuhan bersama setelah perceraian, telah menjadi praktik yang umum. Menurut Very Well Mind, ini melibatkan kedua orang tua yang tetap berpartisipasi aktif dalam membesarkan anak, meskipun tidak lagi menjalin hubungan.

Penelitian menyoroti bahwa konflik pasca-perceraian bisa mengganggu kesehatan emocional anak, menyebabkan stres, kesulitan adaptasi, dan penurunan keyakinan diri. Oleh karena itu, co-parenting yang sehat sangat penting untuk memberikan keamanan dan dukungan kepada anak. Ada beberapa jenis co-parenting, termasuk:

1. Co-Parenting Konfliktual – Karakteristiknya adalah sering bertengkar, komunikasi buruk, dan aturan yang berbeda di rumah masing-masing. Anak yang terjebak dalam konflik ini rentan mengalami masalah perilaku, kecemasan, atau depresi.

2. Co-Parenting Kooperatif – Kedua orang tua bekerja sama, berkomunikasi rutin tentang keputusan penting, dan menempatkan kebutuhan anak sebagai prioritas. Metode ini terbuktikan paling bermanfaat karena menciptakan lingkungan yang stabil dan mendukung, meningkatkan kepercayaan diri dan prestasi sekolah anak.

3. Co-Parenting Paralel – Tiap orang tua menjalankan peran masing-masing tanpa interaksi yang besar. Meski konflik minimal, anak sering kehilangan konsistensi aturan.

Co-parenting yang sehat ditandai dengan kesepakatan tentang jadwal kunjungan, rutinitas harian, pendidikan, kesehatan, dan tanggung jawab keuangan. Beberapa tips dari psikolog keluarga untuk co-parenting sukses meliputi:

• Komunikasi Terbuka dan Rutin – Gunakan tata bahasa yang sopan dan profesional, dengan fokus pada anak, bukan pada masa lalu.
• Rencana Pengasuhan Fleksibel – Sesuaikan jadwal demi kepentingan anak.
• Hormati Gaya Pengasuhan Masing-Masing – Izinkan setiap orang tua menjalankan peran mereka, selama tidak berbahaya bagi anak.
• Tetap Positif dalam Kegiatan Anak – Anak akan merasa aman jika melihat kedua orang tuanya dapat berinteraksi dengan tenang.
• Manfaatkan Waktu Sendiri – Saat anak bersama salah satu orang tua, manfaatkan waktu untuk istirahat atau berkembang diri.
• Ruang untuk Pasangan Baru – Asalkan hubungan baru menghormati hubungan anak dengan kedua orang tuanya.

Kunci co-parenting adalah menciptakan masa depan yang sehat bagi anak, bukan memperbaiki hubungan masa lalu. Dengan komunikasi jujur, saling menghormati, dan komitmen bersama, anak tetap merasakan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya, seperti yang diupayakan Raisa dan Hamish. Perceraian bukan akhir dari keluarga, melainkan perubahan bentuknya.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page