Raisa dan Hamish Memilih Co-Parenting Pasca Perceraian

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Raisa Andriana dan Hamish Daud mengungkapkan perpisahan mereka setelah isu keretakan rumah tangga merambah media sosial. Keduanya mengakui keputusan berpisah dan meminta dukungan agar privasi serta keamanan anak mereka, Zalina Raine Wyllie, tetap terjaga.

Mereka menyampaikan bahwa perpisahan ini dianggap sebagai pilihan bijak demi kebaikan anak mereka. Meski hubungan telah berubah, cinta kepada Zalina tetap utuh dan akan dipertahankan seumur hidup.

“Kami akan terus berusaha sebagai orang tua yang bekerja sama untuk memastikan Zalina tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih sayang,” ujar mereka bersama.

Meskipun Raisa dan Hamish memilih model ini, co-parenting telah menjadi metode yang umum dipilih pasangan setelah berpisah. Menurut Very Well Mind, ini adalah cara untuk bersama-sama mengasuh anak meskipun hubungan pasangan sudah berakhir.

Penelitian menunjukkan bahwa konflik antar orang tua setelah cerai dapat mempengaruhi kesejahteraan anak secara emosional, meningkatkan risiko stres, kesulitan adaptasi, dan penurunan kepercayaan diri. Oleh karena itu, praktik co-parenting yang sehat sangat penting untuk memastikan anak memiliki lingkungan yang aman dan didukung.

Ada beberapa cara co-parenting yang dapat dipilih oragn tua, di antaranya:

  1. Co-Parenting Konfliktual
    Orang tua sering bertikai, komunikasi buruk, dan menerapkan peraturan berbeda di rumah masing-masing. Anak dapat terjebak dalam konflik, meningkatkan risiko gangguan perilaku, kecemasan, atau depresi.

  2. Co-Parenting Kooperatif
    Orang tua bekerjasama, berkomunikasi secara rutin tentang keputusan penting anak, dan prioritaskan kebutuhan anak di atas keinginan pribadi. Pola ini terbukti paling sehat, karena menciptakan lingkungan stabil dan mendukung, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan prestasi sekolah anak.

  3. Co-Parenting Paralel
    Orang tua mengasuh anak secara terpisah dengan sedikit interaksi. Meski minim konflik, pola ini bisa menyebabkan anak kehilangan konsistensi peraturan di rumah.

Co-parenting yang sehat ditandai dengan kesepakatan dalam hal jadwal kunjungan, rutinitas harian, pendidikan, kesehatan anak, serta tanggung jawab keuangan.

Beberapa tips dari ahli psikologi keluarga untuk co-parenting yang sukses meliputi komunikasi terbuka dan rutin, membuat rencana pengasuhan fleksibel, menghormati gaya pengasuhan masing-masing, dan tetap positif saat berinteraksi di depan anak. Selain itu, orang tua juga dianjurkan untuk memanfaatkan waktu sendiri untuk istirahat atau berkembang, serta memberikan ruang bagi pasangan baru, asalkan hubungan dengan anak tetap dihormati.

Co-parenting bukan untuk memperbaiki hubungan masa lalu, tetapi untuk menciptakan masa depan yang sehat bagi anak. Dengan komunikasi jujur, saling menghormati, dan komitmen bersama, anak tetap bisa merasakan cinta lengkap dari kedua orang tuanya, seperti yang diusung Raisa dan Hamish. Perceraian tidak harus mengakhiri keluarga, hanya mengubah bentuknya.

Jika ingin lebih memahami dampak cerai terhadap anak, simak video “Yang Perlu Diperhatikan pada Anak saat Ortu Cerai atau Rujuk.”

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan