Pembukaan Rencana Pengembangan Dron Wira-Wiri di Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Indonesia tengah mengerahkan upaya serius untuk mengembangkan teknologi pesawat tanpa awak dalam industri penerbangan. Kementerian Perhubungan telah menetapkan target operasi drone komersial (Advanced Air Mobility/AAM) di negara ini pada akhir tahun 2026.

Sokhib Al Rohman, Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara dari Kementerian Perhubungan, mengungkapkan bahwa mereka sedang menyempurnakan regulasi dan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung transportasi udara berbasis teknologi tanpa awak. “Kami sedang memastikan semua persiapan berjalan sesuai rencana. Menteri Perhubungan juga sangat prihatin agar AAM dapat segera diterapkan. Kami berharap pada bulan Desember 2026 sudah ada satu operator yang melakukan penerbangan komersial,” ungkapnya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Sistem AAM ini berfokus pada drone yang mampu mengangkut baik penumpang maupun barang logistik. Saat ini, Kementerian Perhubungan telah mendaftarkan sekitar 5.000 unit drone kecil dalam sistem digital dan menerbitkan lebih dari 11.000 sertifikat untuk pilot jarak jauh.

Meskipun regulasi untuk drone berkapasitas besar masih dalam tahap perumusan, Sokhib menyatakan bahwa Indonesia siap memanfaatkan perkembangan teknologi ini. “Secara global, belum ada negara yang memiliki regulasi yang lengkap untuk industri ini. Namun Indonesia telah mempersiapkan semua aspek teknis, dari sertifikasi pilot hingga pengaturan ruang udara,” jelasnya.

Negara ini bahkan menjadi lokasi demonstrasi penerbangan drone dari berbagai negara, termasuk China. Menanggapi tantangan ini, pemerintah mendorong industri lokal untuk memproduksi drone. Sekarang, ada dua produsen yang siap memproduksi drone di Bandung: PT Inter Aero dan PT Vela.

PT Inter Aero sudah menerima Design Organization Approval (DOA) dari Kementerian Perhubungan, sehingga memiliki izin untuk melakukan perancangan desain. PT Vela Prima Nusantara sedang memproses sertifikasi DOA mereka. “PT Vela perusahaan ini telah membuat prototipe 1 banding 3. Prototipenya sudah terbang, dan akan ditujukan pada tahap 1 banding 1. Insya Allah, jika berhasil, drone besar tanpa pilot ini akan mampu mengangkut sekitar 700 kilogram,” tambahnya.

Pengembangan teknologi drone ini dianggap penting untuk mendukung transportasi di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sokhib menjelaskan bahwa operasi drone akan lebih difokuskan di wilayah 3T daripada di kota-kota besar. “Contohnya, di Papua untuk mengangkut sembako, peralatan berat, atau bahan infrastruktur di daerah pegunungan. Bahkan bisa digunakan untuk mengangkut MBG (Material Berat) ke pulau terpencil,” terangnya.

Selain mempercepat logistik, penggunaan drone di daerah 3T akan membantu dalam pengumpulan data penting untuk menyusun regulasi penerbangan tanpa awak. Pengoperasiannya akan diatur dengan ketat, termasuk penentuan rute penerbangan, pengaturan ruang udara, dan sistem navigasi.

Indonesia tidak hanya bersiap menghadapi tantangan teknologi, tetapi juga memanfatkannya untuk mengatasi keterbatasan infrastruktur transportasi di daerah terpencil. Penerapan drone tanpa awak diharapkan dapat mengubah cara pengiriman dan transportasi di wilayah yang sulit dijangkau.

Inovasi dalam teknologi transportasi udara ini bukan hanya untuk memudahkan logistik, tetapi juga menyediakan solusi untuk pengembangan wilayah yang terdepan. Dengan fokus pada keamanan dan efisiensi, Indonesia berpotensi menjadi pemimpin dalam penerapan sistem AAM di Asia Tenggara.

Drone tanpa awak bukan hanya tentang teknologi maju, tetapi juga tentang merangkul kesempatan untuk mengembangkan infrastruktur dan meningkatkan kualitas hidup di seluruh Indonesia. Diharapkan dengan dukungan yang tepat, teknologi ini akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan