Marcella Santoso dan Rekan Didakwa Pencucian Uang dalam Kasus Migor

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Tiga pengacara, yaitu Marcella Santoso, Ariyanto Bakri, dan M Syafei, yang mewakili korporasi minyak goreng (migor), dituding memberi suap sebesar Rp 40 miliar kepada majelis hakim agar vonis lepas untuk kasus migor tersebut. Selain itu, jaksa juga menyatukan tuduhan pencucian uang (TPPU) terhadap mereka. Sidang dakwaan diadakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu, 22 Oktober 2025, dengan korporasi yang dijatuhi vonis lepas meliputi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Jaksa mengungkapkan bahwa Marcella terlibat dalam pencucian uang senilai Rp 52,5 miliar. Dalam prosesnya, terungkap bahwa Marcella menggunakan nama perusahaan untuk kepemilikan aset serta mencampur uang hasil korupsi dengan uang yang diperoleh secara sah.

Uang suap tersebut meliputi sejumlah dolar Amerika sebesar Rp 28 miliar yang dimiliki oleh Marcella, Ariyanto, dan M Syafei, serta biaya hukum (legal fee) sebesar Rp 24.537.610.159.Tujuan suap tersebut adalah untuk memengaruhi putusan agar perkara korupsi migor dihentikan (putusan ontslag) dan menutupi asal-usul kekayaan dengan cara menyembunyikan uang hasil kejahatan.

Selain itu, M Syafei juga diduga melakukan pencucian uang sebesar Rp 28 miliar dan uang operasional senilai Rp 411 juta. Uang tersebut dipercayai berasal dari tindak pidana korupsi guna memengaruhi putusan hakim.

Marcella dan Ariyanto dituduh melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP serta Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara M Syafei dituduh melanggar pasal yang sama ditambah Pasal 56 KUHP.

Kasus ini mengungkapkan betapa pentingnya integritas hukum dalam menyikapi tindak korupsi yang melibatkan pihak korporasi dan praktik pencucian uang yang kompleks. Persoalan ini tidak hanya melibatkan masalah hukum, tetapi juga etika profesional dalam dunia peradilan. Pelaku korupsi harus dihadapkan pada hukuman yang tepat agar sistem keadilan tetap hanya untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan