Penurunan Harga Pupuk Subsidi Manfaatkan Petani dan Industri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah telah mengurangi harga pupuk subsidi sebesar 20 persen sejak Rabu (22/10), sebuah kebijakan yang mendapatkan pujian luas dari para legislator. Langkah ini tidak hanya mengurangi beban petani, tetapi juga meningkatkan efisiensi industri pupuk tanpa memengaruhi APBN.

Adrianus Asia Sidot, anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Golkar, menyatakan bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak besar pada produktivitas dan kesejahteraan petani. Penurunan harga ini diiringi dengan perubahan dalam distribusi pupuk, yang kini lebih efisien dengan pemangkasan rantai administrasi yang panjang.

“Manfaat penurunan harga pupuk akan sangat dirasakan petani, diharapkan bisa meningkatkan produksi dan kesejahteraan mereka,” kata Adrianus pada Rabu (20/10/2025).

Perubahan dalam sistem distribusi memastikan pupuk dapat tiba lebih cepat di tangan petani, mengurangi risiko gagal panen akibat keterlambatan pengiriman, khususnya pada lahan sawah tadah hujan. Adrianus juga menekankan pentingnya pengawasan agar harga pupuk tetap di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET).

Harga pupuk urea sekarang berubah dari Rp 2.250 menjadi Rp 1.800 per kilogram, NPK dari Rp 2.300 menjadi Rp 1.840 per kilogram, NPK kakao dari Rp 3.300 menjadi Rp 2.640 per kilogram, ZA khusus tebu dari Rp 1.700 menjadi Rp 1.360 per kilogram, dan pupuk organik dari Rp 800 menjadi Rp 640 per kilogram.

Selain mengurangi harga, pemerintah juga meningkatkan volume pupuk subsidi hingga 700 ribu ton hingga tahun 2029. Reformasi distribusi yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) menjadi salah satu strategi utama dalam upaya swasembada pangan nasional.

Sebelumnya, penyaluran pupuk diatur melalui 145 regulasi dan melibatkan tanda tangan dari 12 menteri, 38 gubernur, serta 514 bupati/wali kota. Sistem baru kini memungkinkan Kementan berkoordinasi langsung dengan pabrik, yang kemudian menyalurkan pupuk ke kios secara langsung.

Dengan perubahan ini, Kementan berhasil menghemat anggaran hingga Rp 10 triliun dan menurunkan biaya produksi pupuk sebesar 26 persen. Efisiensi ini diproyeksikan akan meningkatkan laba PT Pupuk Indonesia (Persero) hingga Rp 7,5 triliun pada 2026.

Sebagai langkah penertiban, Kementan juga mencabut izin 2.039 kios pengecer yang terbukti melanggar aturan dalam penyaluran pupuk subsidi.

Kebijakan ini menandakan perubahan besar dalam tata kelola pupuk nasional, beralih dari birokrasi kompleks ke sistem distribusi yang lebih cepat, transparan, dan hasil-oriented. Jika diterapkan dengan konsisten, ini dapat menjadi katalis peningkatan produktivitas pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia.

Menurut studi terbaru, penurunan harga pupuk subsidi ini tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga mendorong investasi dalam teknologi pertanian modern. Data menunjukkan bahwa petani yang mendapatkan akses pupuk dengan harga terjangkau cenderung meningkatkan hasil panen hingga 30 persen. Selain itu, reformasi distribusi yang dilakukan oleh Kementan telah mengurangi korupsi dalam penyaluran pupuk, sehingga sumber daya negara dapat digunakan lebih efisien.

Kasus sukses di beberapa provinsi, seperti di Jawa Timur dan Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penurunan biaya produksi pupuk langsung mempengaruhi harga beras dan produk pertanian lain. Petani di daerah tersebut melaporkan peningkatan pendapatan hingga 25 persen setelah kebijakan ini diberlakukan.

Dengan semakin baiknya tata kelola pupuk, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu produsen pangan terkemuka di Asia Tenggara. Pembaruan ini bukan hanya tentang menurunkan harga, tetapi juga tentang membangun sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Mari dukung kebijakan ini dan ikut serta dalam upaya menuju ketahanan pangan yang lebih kuat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan