Pemerintah Prabowo-Gibran Dinilai CSIS Dalam Setahun Bertugas

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia telah menyampaikan beberapa evaluasi setelah satu tahun Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Beberapa program yang diperhatikan termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG) dan situasi di Papua.

Menurut Medelina K Hendytio, Wakil Direktur Bidang Operasional CSIS, adanya masalah dalam pelaksanaan MBG di berbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh jarak yang jauh antara pusat dan daerah, yang membuat implementasi kebijakan menjadi sulit.

“Kita juga menemukan berbagai masalah dalam MBG yang tidak perlu saya sebutkan di sini, tetapi banyak terjadi di berbagai daerah karena negara kita yang luas dengan perbedaan jarak yang signifikan antara pusat dan daerah,” kata Medelina dalam diskusi CSIS Media Briefing pada Rabu (22/10/2025). Ia juga mengungkapkan bahwa pengaturan hukum terkait MBG dibuat terlambat dan standar yang harus menjadi pedoman belum jelas, sehingga implementasi program ini menjadi masalah.

Di bidang politik, CSIS Indonesia juga memberikan catatan. Arya Fernandes, Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial, menjelaskan ada policy trade off dalam pembentukan kabinet, apakah lebih kecil atau lebih besar. Sebuah permasalahan yang timbul sejak awal negosiasi setelah Prabowo terpilih hingga pemerintah baru dilantik.

“Saya melihat ada trade off dalam kebijakan, yang sulit diambil oleh Pemerintah Prabowo-Gibran, yaitu apakah kabinet akan lebih kecil atau lebih besar,” kata Arya. Ia juga menambahkan bahwa terjadi pergeseran kebijakan dalam alokasi infrastruktur, dengan pengurangan yang cukup signifikan dari APBN.

Tak hanya itu, CSIS juga mengamati remiliterisasi ruang sipil di era Prabowo Gibran. Nicky Fahrizal, peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial, menjelaskan hal ini meliputi ketahanan pangan, infrastruktur, dan pendidikan. Militer terlibat dalam program MBG, food estate, Koperasi Merah Putih, serta pembinaan nilai-nilai kedisiplinan di sekolah.

“Dalam ketahanan pangan, keterlibatan militer terlihat di program MBG dan food estate, sementara di infrastruktur, meliputi Koperasi Merah Putih, dan di pendidikan, melalui kegiatan pembinaan nilai-nilai kedisiplinan,” ujar Nicky.

Selain itu, CSIS juga menyoroti belum adanya pengumuman tentang Komite Reformasi Kepolisian oleh Prabowo. Nicky mendesak agar ada kejelasan lebih lanjut mengenai rencana ini agar reformasi ini tidak berhenti di tengah jalan.

Terakhir, CSIS mengemukakan permasalahan di Papua. Vidhyandika D Perkasa, peneliti senior Departemen Politik dan Perubahan Sosial, menyatakan bahwa situasi keamanan tidak membaik karena masalah utama seperti ketidakadilan dan trauma historis belum ditangani. Penambahan wilayah operasi aparat justru membuat kelompok TPNPB-OPM semakin kuat. Dialog inklusif dengan masyarakat masih minim, dan lembaga HAM saat ini dianggap lemah.

“Dampak pembangunan yang tidak inklusif tak melibatkan masyarakat, dan dua lembaga HAM, Kementerian HAM dan Komnas HAM, masih lemah dalam melindungi masyarakat sipil,” katanya. Vidhyandika menambahkan bahwa strategi keamanan Prabowo cenderung mengulang kesalahan pemerintahan sebelumnya tanpa menyelesaikan masalah pokok di Papua.

Riset terbaru menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah perlu lebih inklusif dengan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat dalam pembuat keputusan. Kasus di Papua menunjukkan pentingnya dialog yang intensif dan konsisten untuk mencapai perdamaian jangka panjang. Infografis menunjukkan bahwa pembangunan fisik tanpa penyelesaian masalah sosial justru memperparah ketidakstabilan.

Setiap kebijakan harus dirancang dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang, terutama dalam menanganinya konflik kompleks seperti di Papua. Ini memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah untuk melakukan reformasi yang menyeluruh, termasuk dalam reformasi kepolisian dan penguatan lembaga HAM.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan