Protest Massa di Lima Meninggalkan Korban Jiwa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Peru telah mendeklarasikan keadaan darurat di negara tersebut sebagai tanggapan terhadap demonstrasi yang terus berlanjut dan berakhir dengan kericuhan. Demonstrasi ini, yang melibatkan terutama generasi muda atau Gen Z, telah berlangsung sejak akhir September 2025. Aksi protes ini dipicunya oleh undang-undang baru yang meminta anak muda untuk mengikuti sistem pensiun swasta, padahal kebanyakan dari mereka tidak memiliki pekerjaan tetap dan sekitar 70 persen warga bekerja secara tidak resmi.

Protes semakin melemahkan posisi Presiden Dina Boluarte, yang akhirnya diberhentikan dari jabatannya pada Kamis (9/10/2025) melalui sidang darurat di parlemen. Boluarte, yang dikenal sebagai salah satu pemimpin paling tidak populer di dunia dengan taux penerimaan hanya 2-4 persen, dituduh korupsi dan tanggung jawab atas penanganan kekerasan terhadap demonstran. Dia menolak untuk hadir dalam sidang pemakzulannya.

Setelah Boluarte dicopot, Jose Jeri dilantik sebagai Presiden baru pada Jumat (10/10/2025). Namun, pelepasan Boluarte tidak berhasil mengakhiri demonstrasi. Massa yang frustrasi dengan krisis kejahatan yang tak kunjung berakhir terus menggelar aksi di ibu kota Lima dan kota-kota lain. Unjuk rasa ini melibatkan ribuan warga yang marah atas kegagalan pemerintah dalam menanggulangi kriminalitas yang semakin meluap.

Laporan dari Kantor Ombudsman Peru menyatakan bahwa 102 orang terluka selama protes, termasuk 24 warga sipil dan 78 anggota polisi. Beberapa demonstran mencoba menyerbu gedung Kongres dan menyerang polisi dengan batu serta kembang api. Polisi membalas dengan menembakkan gas air mata. Presiden Jeri mengkonfirmasi satu kematian, yaitu Eduardo Ruiz Sanz (32 tahun), tetapi tidak menjelaskan penyebab pastinya.

Para aktivis hak asasi manusia mengaitkan kematian Ruiz dengan tembakan dari polisi berpakaian sipil. Jeri mengklaim adanya upaya gangguan oleh penjahat untuk menimbulkan kerusuhan. Dia berjanji untuk melancarkan perang terhadap kejahatan terorganisir, termasuk pemerasan dan pembunuhan kontrak yang dilakukan oleh geng seperti Los Pulpos dan Tren de Aragua.

Pemerintah akhirnya menyatakan keadaan darurat di Lima. Kepala kabinet, Ernesto Alvarez, mengumumkan keputusan ini pada Jumat (17/10/2025). Sementara itu, kepolisian mengungkapkan bahwa seorang polisi dari Direktorat Investigasi Kriminal ditahan karena terlibat dalam penembakan yang menewaskan Ruiz. Polisi tersebut akan dipecat dari jabatannya.

Demonstrasi ini menjadi aksi protes terbesar yang dilakukan oleh Gen Z di Peru, dengan ratusan luka-luka dan satu kematian yang tercatat. Masyarakat masih meminta perubahan nyata dalam penanganan kriminalitas dan krisis ekonomi yang terus berlarut-larut.

Sementara itu, studi terbaru menunjukkan bahwa demonstrasi massa seperti ini sering berujung pada perubahan politik yang signifikan. Dalam kasus Peru, kelaparan akan keadilan dan stabilitas sosial menjadi motivasi utama untuk rakyat menuntut perubahan. Infografis yang menampilkan data tingkat kriminalitas dan tingkat penerimaan pemerintah menunjukkan korelasi kuat antara frustrasi masyarakat dengan tingginya kasus kejahatan.

Krisis ini mengingatkan kita bahwa kepemimpinan yang tanggung jawab dan transparansi dalam pengambilan keputusan adalah kunci untuk menstabilkan sebuah negara. Masyarakat telah menunjukkan bahwa mereka tidak lagi mau diam saat hak-hak mereka disalahgunakan. Baik para pemimpin saat ini maupun masa depan harus mendengarkan suara rakyat agar Peru bisa menuju masa yang lebih adil dan aman.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan