Program pemberian makan bergizi gratis (MBG) menjadi perhatian para ahli gizi, termasuk dr Tan Shot Yen, yang mengungkapkan keprihatinannya terkait beberapa menu yang belum optimal untuk kebutuhan nutrition anak sekolah. Salah satu elemen menu yang menjadi sorotan adalah penyertaan susu kemasan dalam paket program tersebut.
Dalam rapat dengan Komisi IX DPR, dr Tan mengemukakan bahwa banyak menu MBG masih tidak sesuai dengan prinsip gizi modern, khususnya dalam hal pemilihan susu sebagai komponen wajib. Ia menggarisbawahi bahwa sekitar 80 persen masyarakat Indonesia, termasuk etnik Melayu, memiliki intoleransi laktosa, yang dapat mengganggu pencernaan anak-anak.
Dokter gizi ini juga merujuk pada regulasi Kementerian Kesehatan tahun 2014 yang menggantikan konsep empat sehat lima sempurna dengan panduan Gizi Seimbang atau Isi Piringku. Menurutnya, susu bukanlah komponen protein hewani yang esensial, terutama ketika sumber protein lainnya seperti telur, ikan, dan daging tetap tersedia dengan melimpah. Paksaan pemasukan susu justru bisa membahayakan anak-anak dengan kondisi intoleransi.
Selain itu, dr Tan mengkritik kualitas produk susu yang dibagikan dalam program MBG, yang dianggap lebih mirip minuman manis daripada susu murni. Menurutnya, masyarakat kini lebih cerdas dalam membedakan produk gizi asli dengan produk buatan yang hanya berisi gula.
Respon dari Badan Gizi Nasional (BGN) datang dengan penjelasan bahwa keputusan memasukkan susu dalam MBG didasarkan pada kajian ilmiah dan kebijakan berbasis data. Prof Epi Taufik, ahli susu dari IPB, menghubungkan rekomendasi susu dengan panduan gizi global, termasuk di Indonesia, yang selalu menempatkan susu dan produk olahan susu sebagai bagian dari diet seimbang. Berbagai panduan gizi di berbagai negara, mulai dari Malaysia hingga China, juga memiliki rekomendasi serupa.
Susu diyakini mengandung 13 zat gizi esensial, termasuk protein berkualitas tinggi, kalsium, dan vitamin D, yang vital untuk pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan sistem kekebalan tubuh anak usia sekolah. Anak usia 9 hingga 12 tahun mengalami fase pertumbuhan yang cepat, sehingga kebutuhan energi dan gizi mereka meningkat drastis. Kalsium dari makanan harian biasanya hanya mencukupi 7-12 persen kebutuhan harian, sehingga susu menjadi tambahan yang berguna.
Selain aspek gizi, BGN juga menekankan dampak ekonomi positif dari inklusi susu dalam program MBG. Keputusan tersebut diharapkan mampu menyokong perekonomian peternak susu lokal dengan memberikan pasar yang stabil dan berkelanjutan.
Menjaga kesehatan anak-anak bukan hanya soal pangan, tetapi juga strategi untuk mendukung perekonomian desa. Inovasi dalam program gizi harus berkelanjutan, bukan hanya untuk saat ini, tetapi untuk generasi mendatang. Buktikan bahwa kesetaraan gizi bukan hanya mimpi, tetapi kenyataan.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.