
Indonesia saat ini merasakan dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Mulai dari anomali cuaca, banjir besar di berbagai wilayah, kualitas udara yang menurun, hingga masalah sampah yang terus bertambah. Di sisi lain, usaha untuk mempercepat transisi energi belum dapat mengoptimalkan potensi sumber daya energi terbarukan di negeri ini.
Salah satu figur kunci, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno, mengungkapkan bahwa pengelolaan energi dan penangkul perangkat iklim di Indonesia masih menghadapi tantangan utama dalam pengambilan kebijakan. Ia menandai tiga permasalahan kritis yang harus segera diatasi: koordinasi kebijakan, ketelusuran kebijakan, dan konsistensi kebijakan.
Eddy juga mengkritik adanya tumpang tindih dalam koordinasi antara berbagai kementerian terkait pengembangan ekonomi karbon. Menurutnya, pelaku usaha harus berurusan dengan empat kementerian pengkoordinator dan dua belas kementerian teknis, hal ini membutuhkan upaya khusus agar Indonesia bisa menjalankan peran global dalam bidang perbaikan iklim seperti yang diharapkan Presiden Prabowo.
Komentar tersebut disampaikan dalam diskusi yang diadakan The Habibie Center bertajuk Climate Action 101 Talkshow: From Crisis to Opportunity – Indonesia’s Path to Sustainable Growth di Jakarta Convention Center. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Indonesia International Sustainability Forum (IISF).
Untuk mengatasi masalah tersebut, Eddy merekomendasikan pembentukan lembaga khusus atau bahkan kementerian yang khusus berfokus pada koordinasi kebijakan ekonomi karbon dan penanganan perubahan iklim. Ia mengemukakan bahwa Indonesia membutuhkan satu otoritas yang kuat dengan mandat lintas sektor agar kebijakan transisi energi dan penanganan krisis iklim dapat dijalankan secara terpadu.
Keberadaan kementerian tersebut akan menegaskan komitmen Indonesia dalam menghadapi era krisis iklim, tidak hanya sebagai masalah perubahan iklim. “Kita sudah melampaui fase perubahan iklim dan kini memasuki fase krisis iklim yang memerlukan tindakan darurat, sistematis, dan prioritas,” ujarnya.
Selanjutnya, Eddy menekankan pentingnya mempercepat regulasi yang mendukung transisi energi. Ia menjelaskan bahwa DPR dan pemerintah sedang membahas empat rancangan undang-undang penting: RUU Energi Terbarukan, RUU Ketenagalistrikan, RUU Migas, dan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim. RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, yang diinisiasikan Fraksi PAN DPR RI, telah dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2026 dan diharapkan selesai tahun depan.
“Dengan regulasi yang jelas dan koordinasi yang kuat, Indonesia dapat mempercepat transisi energi dan memperkuat komitmen global dalam penanganan krisis iklim,” katanya.
Eddy menutup dengan pernyataan bahwa Indonesia memiliki semua modal untuk memimpin transformasi energi bersih secara global, dengan dukungan kebijakan yang terintegrasi di bawah satu lembaga. “Krisis iklim bukan lagi soal lingkungan, tetapi soal kelangsungan hidup bangsa. Kita membutuhkan kementerian yang dapat menjembatani kebijakan lintas sektor agar Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga memimpin dalam ekonomi hijau.”
Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menyesuaikan diri dengan efek perubahan iklim yang semakin parah. Ini bukan hanya tentang menurunkan emisi karbon atau menaikkan pasokan energi terbarukan, tetapi juga tentang merancang sistem yang tangguh. Studi kasus dari negara-negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan dalam transisi energi bersih seringkali tergantung pada koordinasi yang kuat antara berbagai pihak. Misalnya, Jerman telah berhasil mengembangkan energi terbarukan dengan mencakup seluruh rangkaian usaha, mulai dari penelitian hingga distribusi, di bawah satu kebijakan.
Untuk mencapai target global, Indonesia perlu memastikan bahwa setiap regulasi yang dikeluarkan tidak hanya konsisten, tetapi juga mudah dipahami dan diterapkan. Ini termasuk memastikan bahwa semua pihak, baik pemerintah, industri, hingga masyarakat, memiliki akses informasi yang jelas dan tepat waktu. Contohnya, penerapan sistem peringatan dini banjir atau polusi udara dapat sangat mengurangi risiko dan dampak negatif.
Dengan demikian, peran kementerian baru dalam koordinasi kebijakan energie dan iklim bukan sekedar tambahan birokrasi, tetapi langkah strategis untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya mengikut, tetapi juga memimpin dalam era perubahan iklim. Semakin segera ini diambil, semakin besar peluang Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi global, bukan hanya korban.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.