Sanae Takaichi, Calon Perdana Menteri Jepang yang Berfokus pada Produktivitas, Risih Gagal Dalam Upayanya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di ibu kota Tokyo, peluang Sanae Takaichi untuk menjabat sebagai Perdana Menteri perempuan pertama Jepang terancam ambles setelah koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) pecah. Komeito, mitra utama LDP selama 26 tahun, mengumumkan keputusan mengundurkan diri dari aliansi tersebut.

Menurut laporan Reuters, LDP telah memutuskan Takaichi, tokoh konservatif garis keras, sebagai ketua baru. Namun, untuk resmi menjadi PM, dia perlu mendapatkan dukungan parlemen sebelum akhir Oktober. Sebelumnya, posisi ini dianggap stabil karena koalisi LDP-Komeito memegang mayoritas kursi. Namun, pengunduran diri Komeito mengubah situasi.

Sementara itu, partai oposisi giat mengkonsolidasi dukungan di belakang kandidat alternatif. Tetsuo Saito, pemimpin Komeito, menjelaskan bahwa putusnya kerjasama paruh karena kegagalan LDP menangani skandal pendanaan politik yang berlarut-larut selama dua tahun. Komeito menyatakan akan menghindari dukungan terhadap Takaichi dalam pemungutan suara parlemen di paruh kedua Oktober.

Takaichi mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan Komeito, tetapi tetap bersemangat untuk menggalang dukungan. Gejolak politik ini terjadi saat Jepang menghadapi serangkaian pertemuan internasional penting, termasuk KTT multilateral di Malaysia dan Korea Selatan, serta kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Nilai yen naik 0,5% menjadi 152,38 per dolar AS setelah berita ini. Sementara itu, Takaichi mungkin mencari aliansi baru dengan partai kanan-tengah seperti Partai Inovasi. Di sisi lain, Partai Demokrat Konstitusional (CDP) mendukung Yuichiro Tamaki, pemimpin Partai Demokrat untuk Rakyat yang populis, sebagai alternatif untuk menantang Takaichi.

Selain hambatan politik, Takaichi juga dihadang kritik dari pengacara yang menangani kasus karoshi (kematian akibat kerja berlebihan). Mereka mengutuk ungkapan Takaichi yang menyerukan anggota LDP “bekerja seperti kuda pekerja” dan meninggalkan konsep “work-life balance”. Dalam pidato setelah memenangkan pemilihan ketua LDP, Takaichi menekankan pentingnya reformasi partai demi memulihkan dukungan pemilih setelah berbagai skandal.

“Saya akan meninggalkan gagasan keseimbangan kehidupan dan pekerjaan. Saya akan bekerja, bekerja, bekerja, dan terus bekerja,” katanya dalam pidato.

Data Riset Terbaru:
Studie terbaru dari Pew Research Center menunjukkan 68% warga Jepang khawatir tentang kepentingan politik melampaui kepentingan rakyat. Selain itu, laporan Ekonomist Intelligence Unit memperlihatkan stabilitas koalisi pemerintahan berdampak signifikan pada investasi asing.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Krisis politik saat ini bukan hanya tentang perjuangan kekuasaan, tetapi juga tentang visi masa depan Jepang. Sementara Takaichi menekankan produktivitas ekstrem, oposisi mendorong keseimbangan sosial. Investor akan memantau perkembangan ini karena stabilitas Jepang sebagai ekonomi global tergantung pada hasil perebutan kekuasaan ini.

Kesimpulan:
Dalam dunia politik yang tidak stabil ini, keputusan Takaichi untuk mengorbankan keseimbangan kerja-kehidupan menimbulkan pertanyaan tentang prioritas Jepang. Apakah mereka siap mengorbankan kesejahteraan warga demi pertumbuhan ekonomi? Saat dunia menonton, setiap langkah Takaichi akan mempengaruhi tidak hanya masa depannya sendiri, tetapi juga masa depan Jepang sebagai kuasa global.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan