Penjelasan tentang Food Waste dan Masalah Terkait di Balik Kasus Keracunan MBG

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kasus keracunan makanan yang terjadi dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa daerah di Indonesia telah menjadi pembicaraan hangat selama beberapa pekan terakhir. Hal ini tidak mengejutkan, karena isu keamanan pangan sangat erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat yang menerima manfaat program tersebut.

Di tengah kekhawatiran yang berkembang tentang higienitas dan kualitas makanan, ada satu aspek lain dari MBG yang jarang diperbincangkan, yaitu food waste. Banyak sekolah telah mengembalikan makanan MBG yang telah diberikan karena kualitas dan kemasan yang tidak memenuhi standar konsumsi. Kasus seperti ini harus terus diawasi karena mengancam untuk menimbulkan masalah lain selain keracunan.

Food waste merujuk pada makanan yang tidak dikonsumsi akibat berbagai alasan, seperti rasanya yang tidak disukai, kesalahan dalam proses distribusi, atau karena basi sebelum mampu disajikan. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengungkapkan bahwa setiap tahun, dunia membuang 1,3 miliar ton makanan. Sektor konsumsi publik seperti sekolah, rumah sakit, dan program sosial justru menjadi salah satu penyumbang terbesar food waste di masyarakat. Dengan demikian, program besar seperti MBG yang melibatkan ribuan porsi makanan setiap hari dapat meningkatkan jumlah food waste jika tidak ada sistem manajemen pangan yang baik.

MBG dirancang dengan tujuan mulia, yaitu memastikan setiap anak mampu mendapatkan makanan bergizi secara gratis di sekolah. Namun, di lapangan, pelaksanaan program ini sering kali menghadapi masalah. Beberapa faktor membuat sebagian makanan tidak dapat dikonsumsi, termasuk penurunan kepercayaan masyarakat akibat risiko keracunan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, food waste dari MBG mencapai 1,1 juta hingga 1,4 juta ton setiap tahun. Keterlambatan distribusi sering menjadi masalah, terutama di daerah dengan akses terbatas dan fasilitas penyimpanan yang tidak memadai, sehingga makanan cepat basi sebelum tiba ke penerima. Selain itu, menu MBG mungkin tidak sesuai dengan selera atau kebiasaan makan anak-anak di daerah tertentu, sehingga mereka cenderung tidak menyelesaikan makanan yang disajikan.

Membuang makanan bukan hanya berarti kehilangan sumber makanan, tetapi juga memiliki dampak negatif pada lingkungan, ekonomi, dan sosial. Saat makanan membusuk, proses dekomposisinya menghasilkan metana, gas rumah kaca yang sangat kuat. FAO memperkirakan, food waste berkontribusi hingga 10% dari total emisi gas rumah kaca global setiap tahun. Produksi makanan yang dibuang juga membutuhkan sumber daya seperti air, lahan, dan energi, yang semuanya menjadi pohon biaya untuk negara. Dari segi sosial, sementara banyak daerah masih berusaha mengatasi masalah stunting dan kekurangan gizi, banyak makanan dari program MBG justru berakhir di tempat sampah, menciptakan kesenjangan antara niat yang baik dan hasil yang sebenarnya tercapai.

Sementara sebagian besar perhatian tertuju pada keracunan makanan, masalah food waste dari MBG juga perlu diperhatikan lebih serius. Perbaikan manajemen pangan, distribusi yang lebih efisien, dan penyesuaian menu dengan selera daerah dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi food waste. Dengan demikian, program MBG tidak hanya aman, tetapi juga berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan