Perbandingan Penjualan Restoran Ayam Goreng Cepat Saji di Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Emiten restoran cepat saji saat ini menghadapi tantangan besar dalam kinerja keuangan mereka selama semester pertama tahun 2025. Dua perusahaan terkemuka, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) yang mengoperasikan KFC dan PT Cipta Selera Murni Tbk (CSMI) mantan pemilik Texas Chicken, mengalami kerugian dalam periode tersebut.

Menurut data keuangan yang tersedia di Bursa Efek Indonesia (BEI), CSMI mengalami kerugian yang terus bertambah. Sementara itu, FAST berhasil mengurangi kerugiannya.

PT Cipta Selera Murni Tbk (CSMI) mencatat kerugian sebesar Rp 1,01 triliun pada semester pertama 2025. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kerugian mereka pada periode yang sama tahun sebelumnya, yang hanya Rp 27,93 miliar. Selain itu, penjualan perusahaan ini turun drastis menjadi Rp 815,83 miliar, jauh dari Rp 1,45 triliun yang dicatat pada tahun 2024. Beban operasi mereka mencapai Rp 330,86 miliar, sementara laba kotor mereka tercatat sebesar Rp 484,96 miliar. Total liabilitas perusahaan mencapai Rp 51,64 triliun dengan ekuitas sebesar Rp 4,59 triliun. Aset perusahaan mereka mencapai Rp 56,24 triliun.

CSMI merupakan perusahaan yang menjalankan merek Texas Chicken sejak tahun 1983. Namun, setelah rapat umum pemegang saham luar biasa pada 16 Februari 2024, perusahaan memutuskan untuk menutup seluruh gerai Texas Chicken dan meluncurkan merek baru, NWS Chicken. Menurut laporan keuangan mereka, semua gerai Texas Chicken telah ditutup dan mereka mengadopsi brand baru bernama NWS Chicken. Saat ini, perusahaan memiliki 24 karyawan dengan status kontrak hingga 30 Juni 2025. Selain itu, pada 24 Juli 2025, CSMI mengumumkan proses rebranding dari Texas Chicken ke NWS Chicken dengan konsep produk yang fleksibel dan teradaptasi dengan preferensi konsumen lokal.

PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pengelola KFC, masih merugi sebesar Rp 138,75 miliar pada semester pertama 2025. Namun, kerugian ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 348,83 miliar. Pendapatan KFC turun 3,12% menjadi Rp 2,40 triliun dari Rp 2,48 triliun pada tahun sebelumnya. Beban operasi KFC juga berkurang menjadi Rp 961,44 miliar dari Rp 1,05 triliun. Akibatnya, laba kotor KFC meningkat menjadi Rp 1,44 triliun dari Rp 1,42 triliun. Total aset KFC naik menjadi Rp 4,10 triliun dari Rp 3,52 triliun. Namun, liabilitas perusahaan meningkat menjadi Rp 3,97 triliun dari Rp 3,40 triliun, sementara ekuitas perusahaan tercatat sebesar Rp 129 miliar.

Wahyudi Martono, direktur Fast Food, menyatakan bahwa perusahaan telah menutup 19 gerai KFC hingga September 2025. Penutupan ini menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk sekitar 400 karyawan. Pengumuman ini dilakukan dalam acara Public Expose secara virtual pada 10 Februari 2025.

Data terkini menunjukkan bahwa industri restoran cepat saji sedang menghadapi tantangan yang signifikan, baik dalam hal keuangan maupun strategi bisnis. Perubahan strategis seperti rebranding dan penutupan gerai menunjukkan upaya perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang berubah. Pada saat yang sama, penutupan gerai dan PHK menegaskan bahwa industri ini sedang mengalami era transformasi yang mengubah landskap bisnisnya.

Kesimpulan, di tengah tantangan ekonomi yang beragam, perusahaan restoran cepat saji harus lebih inovatif dan adaptif untuk bertahan dan berkembang. Keputusan strategis seperti rebranding dan optimasi biaya menjadi kunci untuk menghadapi tantangan masa depan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan