Korupsi di Dapur MBG Terungkap Melalui Laporan Fiktif dan Bahan Baku Buruk

Badan Gizi Nasional (BGN) mengecam praktik korupsi yang terjadi di Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG). Dana sebesar Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk setiap unit SPPG diduga sering digunakan salah oleh pihak yang bertanggung jawab, seperti melalui perbedaan harga bahan baku atau pembuatan laporan keuangan palsu.

Dilansir, saat ini terdapat 10.681 SPPG yang telah beroperasi. Ini berarti ada 10.681 Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang menjabat sebagai Kepala SPPG, 10.681 ahli gizi, dan 10.681 akuntan yang terlibat. Kepala SPPG umumnya lulusan perguruan tinggi dengan usia rata-rata 26-27 tahun.

“Pikirkan saja, Rp 70 triliun itu dibawa ke dapur. Tawaran untuk melakukan kebobrokan amat besar,” kata Deputi Sistem dan Tata Kelola Tigor Pangaribuan BGN dalam acara Zona Pangan di Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).

Tigor menjelaskan, salah satu cara korupsi yang sering terjadi adalah adanya penyuplai yang menawarkan bahan baku berkualitas rendah dengan janji untuk memberikan selisih keuntungan. Modus ini bisa menghasilkan tambahan pendapatan hingga Rp 20 juta per bulan, yang sangat menggiurkan bagi pengelola dapur yang masih muda.

“Terlihat banyak yang tergiur dengan tawaran seperti ini. Ada yang dipaksa oleh yayasan, ‘Kamu beli barang baku yang jelek, nanti aku memberikan selisihnya.’ Mereka sudah berharap dapat tambahan Rp 20 juta tiap bulan. Itu disebut terseret ke dalam korupsi. Mengapa? Karena mereka mengorbankan kualitas makanan. Beberapa sudah kami pecat. Ya, kasihan, tapi para pemuda harus memahami bahwa integritas harus dijaga sejak awal,” ungkap Tigor.

Selain itu, SPPG juga sering mengalami masalah kinerja karena tidak mematuhi Prosedur Operasional Standar (SOP), terutama dalam pengawasan proses pemasakan. Banyak SPPI yang tidak terlibat dalam pengawasan ini. Selain itu, ada juga kasus laporan keuangan yang tidak benar. Untuk mengatasi hal ini, BGN menerapkan sistem pengawasan ketat melalui virtual account (VA), di mana hanya dua orang yang berhak mengambil dana, yakni perwakilan yayasan dan Kepala SPPG.

“Kami telah memberikan peringatan ke beberapa SPPI yang kinerjanya sering bermasalah. Masalahnya tidak hanya tidak mematuhi SOP, tetapi juga melaporkan keuangan yang tidak akurat,” jelas Tigor.

“Untuk mengatasi korupsi, kami menggunakan sistem virtual account. Itu seperti satu dapur dengan satu ATM saja. Hanya dua orang yang bisa mengambil uang dari ATSp ini. Hal ini sebenarnya adalah upaya pengamanan agar tidak terjadi korupsi. Rp 10 miliar per dapur bukanlah angka kecil,” tambah Tigor.

Bagaimana cara SPPG Polri berhasil mengimplementasikan Rapid Test Menu MBG yang dipuji oleh BGN? Mari simak video di bawah ini untuk lebih jelasnya.

Bersama-sama, kita harus mengedepankan integritas dan etika dalam setiap langkah pengelolaan dana publik. Hanya dengan demikian, program-program seperti ini bisa berjalan dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page