Penguatan Kapasitas Penangkapan Tuna Sirip Biru Sebesar 3 Ribu Ton untuk RI

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengajukan permintaan untuk mereview ulang sistem penetapan kuota penangkapan Tuna Sirip Biru Selatan. Ini dilatarbelakani untuk memastikan keadilan dan kesesuaian bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ucapannya disampaikan saat membuka sidang tahunan ke-32 CCSBT (Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna) di Bali pada Senin, 6 Oktober 2025. Trenggono mengungkapkan bahwa kuota saat ini untuk Indonesia mencapai 1.366 ton, yang dia angap belum sesuai dengan kontribusi dan kebutuhan nasional, terutama karena perairan Indonesia menjadi tempat pemijahan utama bagi spesies ini. Oleh karena itu, dia mengusulkan penambahan kuota hingga 3.000 ton.

Trenggono menegaskan bahwa negara pesisir seperti Indonesia, yang memegang tanggung jawab besar dalam melestarikan habitat pemijahan tuna, seharusnya mendapatkan perlakuan yang adil dan peluang yang layak. Ia mendorong agar prinsip keadilan dan kesetaraan sesuai dengan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) dijadikan dasar dalam pembagian manfaat sumber daya laut. Menurutnya, sistem saat ini belum mempertimbangkan kondisi negara berkembang yang bergantung pada tuna untuk ekonomi dan ketahanan pangan.

Lebih jauh, Trenggono menggarisbawahi komitmen Indonesia dalam mengelola perikanan berkelanjutan. Ini ditandai dengan kebijakan penangkapan berbasis kuota, pengawasan elektronik, serta penerapan buku catatan digital yang didukung kecerdasan buatan (AI) untuk menjamin transparansi. Selain itu, Indonesia mendorong CCSBT untuk memfokuskan diskusi pada kawasan konservasi laut, pengelolaan berbasis ekosistem, dan dampak perubahan iklim terhadap stok tuna global.

Dalam rangka memperkuat kerjasama, Indonesia mengajukan proposal untuk memfasilitasi dialog terbuka di antara anggota CCSBT. Ini bertujuan mengaitkan mandat CCSBT dengan agenda global seperti 30×30 dalam KMGBF-CBD, BBNJ, serta Blue Economy Indonesia. Dengan ini, diharapkan dapat membuka ruang bagi pertukaran pandangan, penguatan kolaborasi, dan penyelarasan upaya konservasi dengan pemanfaatan berkelanjutan stok Tuna Sirip Biru Selatan.

Trenggono menekankan bahwa kekuatan CCSBT tidak hanya terletak pada sains dan kepatuhan, tetapi juga pada solidaritas dan keadilan. CCSBT, yang terdiri dari delapan negara anggota termasuk Indonesia, bertanggung jawab mengatur pengelolaan tuna di Samudera Hindia dan wilayah lainnya. Indonesia resmi bergabung sebagai anggota penuh sejak 2008 melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007.

Trenggono berharap sidang di Bali ini menghasilkan keputusan yang adil, seimbang, dan inklusif, menjaga keberlanjutan sumber daya tuna untuk generasi mendatang.

Konservasi tuna menjadi prioritas global dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan penipisan stok. Kerja sama internasional, terutama di bawah CCSBT, adalah kunci untuk menjamin kelestarian sumber daya perikanan. Indonesia, dengan komitmen kuat pada pengelolaan berkelanjutan, berperan aktif mendorong kebijakan yang adil dan inklusif. Dengan keberanian melakukan perubahan dan kolaborasi yang kuat, kita dapat melestarikan tuna untuk masa depan.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan