Aktivis Kemanusiaan Gaza Ungkap Kekejamannya Israel yang Memecah Hati

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Negara Israel telah mengirim pulang beberapa aktivis dari Global Sumud Flotilla yang berasal dari berbagai negara. Setelah degradasi tersebut, anggota kelompok tersebut menceritakan pengalaman buruk selama penangkapan, termasuk penderitaan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan.

Berita ini disimpulkan oleh Thecuy.com dari sumber AFP, Senin (6/10/2025). Armada Global Sumud Flotilla telah berlayar sejak bulan lalu dengan tujuan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza yang sedang dalam kondisi perang. Kapal-kapal tersebut mengangkut bantuan, serta politisi dan aktivis internasional, termasuk tokoh Swedia Greta Thunberg.

Sayangnya, Israel menghentikan dan memblokade kapal-kapal tersebut, serta menahan lebih dari 400 orang. Sebelumnya, pada Jumat (3/10), Israel telah mengirim pulang empat aktivis berkewarganegaraan Italia.

Pada Sabtu (4/10), Israel mengirim pulang 137 aktivis Global Sumud Flotilla dari 13 negara ke Turki. Para aktivis tersebut dibawa ke Istanbul dengan pesawat yang disewa khusus oleh Turkish Airlines. Keluarga aktivis Turki menunggu kedatangan mereka di ruang VIP bandara Istanbul, mengibarkan bendera Turki dan Palestina, serta menyanyikan slogan “Israel pembunuh”.

Sementara itu, seorang politisi Italia menggambarkan saat Israel mencegat kapal Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Dia menjelaskan bahwa beberapa kapal terkena serangan meriam air dan seluruh awak dibawa ke pantai oleh pasukan bersenjata.

“Kami diserbu oleh kapal-kapal militer yang banyak,” kata Paolo Romano, anggota dewan daerah Lombardy dari Italia, kepada AFP di bandara Istanbul. “Beberapa kapal juga terkena meriam air. Semua kapal kemudian dievakuasi oleh pasukan bersenjata lengkap dan dibawa ke pantai,” terang Romano, 29 tahun.

Romano juga mengaku bahwa tentara Israel memaksa penumpang kapal untuk berlutut dan berbaring. Jika ada yang bergerak, mereka akan dipukuli. “Mereka menertawakan, menghina, dan memukul kami,” katanya. “Mereka menggunakan kekerasan psikologis dan fisik,” tambahnya.

Militer Israel juga mencoba memaksa penumpang untuk mengaku memasuki wilayah Israel secara ilegal. Namun, Romano menegaskan bahwa mereka tidak pernah melakukan hal tersebut. “Kami berada di perairan internasional dan memiliki hak untuk berada di sana,” katanya.

Setelah tiba di daratan, para penumpang dibawa ke penjara dan ditahan tanpa izin keluar. Selain itu, mereka tidak diberi air minum kemasan. “Mereka membuka pintu di malam hari dan meneriaki kami dengan senjata untuk menakuti kami,” kata Romano. “Kami diperlakukan seperti binatang,” tambahnya.

Aktivis Malaysia, Iylia Balqis (28), mengatakan bahwa pencegatan kapal-kapal oleh Israel adalah pengalaman terburuk dalam hidupnya. “Kami diborgol tangan, tidak bisa berjalan, beberapa di antaranya dipaksa berbaring tengkurap di tanah, lalu tidak diberi air, dan beberapa tidak diberi obat,” katanya.

Sementara itu, jurnalis Italia Lorenzo D’Agostino, yang berada di atas armada kapal untuk meliput misinya, mengatakan para aktivis diculik di perairan internasional ketika berada 88 kilometer dari Gaza. “Dua hari yang mengerikan yang kami habiskan di penjara. Kami sekarang bebas berkat tekanan publik internasional yang mendukung Palestina,” kata Lorenzo D’Agostino. “Saya sangat berharap situasi ini segera berakhir karena perlakuan yang kami terima sangat biadab,” ujarnya.

Sebelumnya, Israel mengirim pulang 137 aktivis Italia yang ditahan dari armada bantuan untuk Gaza, Global Sumud Flotilla. Mereka yang dideportasi adalah warga negara Amerika Serikat, Italia, Inggris, Swiss, Yordania, dan beberapa negara lainnya. “137 provokator armada Hamas-Sumud dideportasi hari ini ke Turki,” kata Kementerian Luar Negeri Israel dalam postingan X, dilansir kantor berita AFP, Minggu (5/10/2025). “Israel berusaha untuk mempercepat deportasi semua provokator,” imbuhnya.

Kasus ini menyoroti ketegangan yang terus berlanjut dalam upaya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Perlakuan terhadap aktivis internasional tidak hanya mengungkapkan ketidakadilan, tetapi juga memperkuat semangat untuk terus berjuang melawan kebrutalan. Setiap tindakan kekerasan yang dilakukan harus disikapi dengan tanggung jawab dan keberanian untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan