TNI lahir bukan sebagai institusi negara yang mapan, melainkan dari rakyat yang bersenjata. Pada masa ini, TNI awalnya BKR/TKR berperan sebagai people’s army yang menyatu dengan rakyat. Perang gerilya dan strategi total people’s defense menjadi ciri khas. Menurut sejarawan militer A.H. Nasution dalam bukunya “Pokok-Pokok Gerilya dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa Yang Lalu dan Masa Yang Akan Datang”, kemenangan dalam revolusi fisik tidak terletak pada kekuatan senjata semata, tetapi pada dukungan total rakyat. Hal ini menciptakan DNA pertama TNI, yakni TNI Rakyat.
Kelahiran Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 5 Oktober 1945 bukan sekadar peristiwa administratif atau pembentukan sebuah institusi militer biasa. Ia adalah manifestasi final dan kristalisasi dari kobaran perjuangan rakyat Indonesia yang telah bergelora sejak proklamasi kemerdekaan, bahkan sejak masa pendudukan Jepang dan sebelumnya. Kelahirannya adalah sebuah jawaban yang tak terelakkan terhadap situasi genting yang memaksa bangsa muda ini untuk memiliki “tulang punggung” fisik dalam mempertahankan kemerdekaannya yang masih rapuh.
Dalam konteks ini, kelahiran TNI yang awalnya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menjadi sebuah keniscayaan politik dan militer. Pemerintah menyadari bahwa semangat juang saja tidak cukup, diperlukan sebuah tentara teratur, terlatih, dan tersentralisasi untuk menghadapi musuh yang disiplin dan modern. Langkah ini adalah upaya untuk mengkonsolidasikan kekuatan militer di bawah satu komando nasional, tanpa mematikan semangat juang rakyat yang sudah ada. TNI tidak lahir dari ruang rapat yang steril, tetapi dari kancah pertempuran seperti Surabaya, Ambarawa, dan Bandung. Prajurit pertama TNI adalah para pemuda eks-PETA, Heiho, dan laskar- laskar yang telah teruji di medan tempur. Mereka bukan prajurit karier dalam arti konvensional, tetapi pejuang yang disiplinkan. TNI Lebih dari Sekadar Tentara, TNI adalah Anak Kandung Revolusi.
TNI menerima warisan nilai yang mendalam bagi karakternya, seperti Jiwa Kerakyatan (Civic Mission), Semangat Pantang Menyerah, dan Loyalitas Pada Negara. Setelah pengakuan kedaulatan, TNI dihadapkan pada tantangan konsolidasi dan berbagai pemberontakan seperti PKI, DI/TII, PRRI, dan Permesta. Pada masa ini, TNI berperan ganda: sebagai kekuatan pertahanan dan sebagai kekuatan sosial-politik. Doktrin Dwifungsi ABRI mulai terbentuk, dengan militer yang berperan aktif dalam politik dan birokrasi. Buku “Military Politics and Democratization in Indonesia” oleh Jun Honna (2003) menjelaskan bahwa periode ini menciptakan militer yang kuat secara politik tetapi juga rentan terhadap praktik korupsi dan pezajuhan dari akar people’s army-nya.
Di bawah pemerintahan Soeharto, TNI mencapai puncak integrasinya dengan negara melalui doktrin Dwifungsi ABRI. Militer tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga mengisi jabatan sipil di birokrasi dan legislatif. Buku “The Army and Politics in Indonesia” oleh Harold Crouch (1978) menganalisis bagaimana militer menjadi “state within a state”, dengan pengaruh yang luar biasa di berbagai bidang. Militer mengisi jabatan sipil, memiliki kursi di parlemen, dan menjalankan bisnis melalui yayasan untuk mendanai diri sendiri.
Memandang kelahiran TNI hanya sebagai tanggal di kalender adalah kekeliruan historis. Ia adalah proses dinamis yang merefleksikan pergulatan bangsa Indonesia untuk bertahan hidup. Kelahiran TNI adalah pilihan strategis untuk mengubah energi revolusi menjadi kekuatan militer yang terfokus. Ia adalah anak kandung dari zaman yang penuh gejolak, yang dibesarkan oleh darah dan air mata perjuangan. Warisan semangat ini harus terus menjadi pedoman, bukan hanya untuk TNI, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia.
Jatuhnya rezim Orde Baru pada 1998 menjadi titik balik bagi TNI. Institusi yang selama 32 tahun berperan sebagai penguasa melalui doktrin Dwifungsi ABRI, tiba-tiba harus berhadapan dengan tuntutan untuk bertransformasi menjadi institusi yang tunduk pada kendali sipil demokratis. Proses reposisi ini adalah salah satu reformasi struktural paling ambisius dalam sejarah Indonesia modern. Tap MPR No. VI/MPR/2000 dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi landasan hukum untuk menarik militer dari politik praktis. Marcus Mietzner dalam bukunya “The Politics of Military Reform in Post-Suharto Indonesia” (2009) menjelaskan bahwa proses ini panjang dan penuh tantangan, termasuk resistensi dari dalam TNI sendiri.
Era Jokowi menampilkan fenomena yang disebut “remiliterisasi fungsional”. Di satu sisi, TNI tetap tunduk pada komitmen tidak terlibat dalam politik formal, tetapi di sisi lain, TNI semakin terlihat dalam ranah sipil dan pemerintahan dengan justifikasi efisiensi dan stabilitas. Opini ini berargumen bahwa penarikan TNI ke dalam orbit politik dan jabatan sipil terlalu halus, yang justru berpotensi mengancam demokrasi.
Trilogi TNI Prima – TNI Rakyat – Indonesia Maju adalah kerangka filosofis yang menggambarkan evolusi peran TNI. TNI tidak hanya penjaga keamanan, tetapi aktor aktif dalam pembangunan nasional. Konsep ini menekankan bahwa jalan menuju Indonesia Maju harus didukung oleh pertahanan kuat dan akar yang dalam di hati rakyat.
TNI Prima berarti unggul, profesional, dan disiplin. Ini mencakup sumber daya manusia yang berkualitas, kemampuan tempur yang tangguh, dan profesionalisme yang patuh pada hukum. Modernisasi Alutsista dan pembaruan terus-menerus dalam organisasi, doktrin, dan peralatan menjadi keharusan. TNI harus membenahi diri sebelum bisa memberikan kontribusi maksimal.
TNI Rakyat adalah konsep yang mempertahankan hubungan erat antara militer dan rakyat. Spiritnya adalah “Dari Rakyat, Untuk Rakyat, dan Bersama Rakyat”. Ini menciptakan ketahanan nasional yang sesungguhnya, di mana keamanan dijaga bersama. Manunggal bersatu dengan rakyat adalah kekuatan non-material yang tidak dapat diukur oleh kecanggihan teknologi senjata.
Indonesia Maju adalah tujuan akhir dari perjuangan bangsa. Kemajuan ini diukur oleh kedaulatan yang kukuh, stabilitas keamanan, dan penerapan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. TNI menciptakan “ruang aman” yang memungkinkan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk berfokus pada pembangunan dan inovasi.
TNI dibentuk dalam cengkraman konflik konvensional, tetapi di abad ke-21, lanskap keamanan telah berubah. Ancaman datang dari aktor-aktor kabur, domain tak berwujud, dan fenomena non-tradisional. TNI dituntut untuk beradaptasi dan mereformasi diri. Tantangan seperti perang hibrida, serangan siber, perbatasan, dan bencana alam harus dihadapi dengan pendekatan holistik.
Perubahan paradigma ancaman memerlukan reposisi dan revitalisasi TNI. Doktrin Sishankamrata harus ditafsirkan ulang untuk abad ke-21, dengan fokus pada deterrence dan ketahanan nasional yang komprehensif. TNI harus menjadi jaring pengaman nasional yang mampu mendukung ketahanan pangan, energi, kesehatan, dan lingkungan.
Reposisi dan revitalisasi TNI adalah proyek nasional yang menentukan masa depan Indonesia. Ini bukan tentang meninggalkan sejarah, melainkan mengaktualisasikan nilai-nilai relevan dengan zaman. TNI yang direposisi adalah TNI yang kuat dalam perang konvensional, tangguh dalam menghadapi perang hibrida, lincah dalam merespons gray zone conflict, dan menjadi penopang ketahanan nasional yang komprehensif. Hanya dengan transformasi ini, TNI dapat tetap menjadi “Prasetya Perkasa” yang mampu menjaga kedaulatan dan memastikan terwujudnya cita-cita Indonesia Maju 2045.
Menjadi TNI yang profesional bukan hanya tentang memiliki senjata yang canggih, tetapi juga tentang konsistensi dalam tunduk pada kedaulatan sipil, transparansi, dan penghormatan terhadap HAM dalam setiap tindakannya. Perjalanan itu masih berlanjut, dan pengawasan serta dukungan dari seluruh elemen bangsa tetap dibutuhkan untuk memastikan TNI konsisten pada jalur profesionalismenya.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.