Bjorka Mencoba Retas Data Pelanggan Bank, Direspon Dengan Penolakan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Polisi mengungkap adanya pria berinisial WFT (22 tahun) yang mengaku sebagai hacker Bjorka. Dia mengaku telah meretas data sekitar 4,9 juta nasabah dari salah satu bank dan meminta uang pemerasan kepada pihak bank dengan ancaman menyebarkan informasi tersebut. Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menyatukan bahwa ancaman tersebut benar-benar ada, tetapi pihak bank tidak merespons permintaan tersebut.

WFT kemudian ditangkap di rumahnya di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada Selasa (23/6). Saat ini, dia telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan beberapa pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), termasuk Pasal 46 dan Pasal 30, serta Pasal 48 dan Pasal 32, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.

Berdasarkan hasil investigasi, terungkap bahwa WFT sudah aktif di dark web sejak tahun 2020. Dia mengubah nama pengguna berulang kali, mulai dari Bjorka menjadi SkyWave, ShinyHunter, hingga akhirnya Opposite6890 pada Agustus 2025. Perubahan nama ini dilakukan untuk menghindari penangkapan oleh aparat penegak hukum.

WFT juga mengaku telah mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti institusi luar negeri, perusahaan kesehatan, dan perusahaan swasta, yang kemudian dijual melalui dark web. Transaksi dilakukan menggunakan mata uang kripto, meskipun jumlah pendapatan yang dia peroleh belum dapat ditentukan dengan pasti. Namun, dia mengaku pernah menjual data dengan nilai puluhan juta rupiah.

Keaktifan hacker seperti WFT mencerminkan tantangan dalam menjaga keamanan data di era digital. Kejahatan siber memerlukan upaya penegakan hukum yang lebih kuat dan kolaborasi antara pihak berwenang serta institusi untuk melindungi informasi sensitif. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, penting bagi semua pihak untuk meningkatkan kesadaran akan risiko siber dan berusaha menciptakan lingkungan digital yang lebih aman.

Kriminalitas siber tidak hanya mengancam keamanan data individu, tetapi juga stabilitas finansial dan reputasi perusahaan. Meskipun tindakan WFT akhirnya terkungkap, kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih serius dalam melindungi informasi pribadi dan menguatkan sistem keamanan siber.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan