Gen Z di Asia Menolak Gelar S1 Karena Tak Jamin Pekerjaan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Para generasi muda di Asia saat ini menghadapi krisis yang serius dalam mencari pekerjaan. Meski sudah lulus dari sekolah terbaik dan memiliki pendidikan tinggi, tidak semua masih menjamin keberhasilan karier. Misalnya, Cho Sang-hun, warga Seoul berusia 25 tahun, masih berjuang untuk temukan pekerjaan. Hal ini mirip dengan jutaan anak muda lainnya di Asia yang mengalami kesulitan serupa.

Cho pernah mengikuti berbagai kegiatan, termasuk magang, namun masih merasa seperti pemula. Dia seperti banyak rekan sesama generasinya yang merasa frustasi sejak lama. Orang tua mereka biasanya langsung dapat pekerjaan di perusahaan besar setelah lulus sekolah.

Tren ini tidak hanya terjadi di Korea Selatan. Di Jepang, ada istilah “satori sedai” yang menggambarkan generasi muda yang memilih gaya hidup sederhana. Mereka lebih fokus pada kepuasan sehari-hari daripada ambisi materi. Di China, ada konsep “tang ping” atau “lying flat,” yang menunjukkan generasi muda yang menolak persaingan keras.

Kritikus menyebut hal ini sebagai kemalasan, tetapi adanya yang berpendapat bahwa ini adalah tanggapan rasional terhadap sistem yang semakin menuntut tapi menawarkan sedikit. Biaya hidup yang tinggi, kekuatan kerja yang tidak menentu, dan kelelahan makin memengaruhi keputusan mereka.

Di Korea Selatan, hampir setengah warga dalam survei tahun 2021 ragu untuk menaiki tangga sosial. Jumlah yang menyebut diri mereka “just resting” juga naik 60% dibanding dekade sebelumnya. Banyak yang lebih memilih pekerjaan sampingan daripada karier korporat.

Jepang, yang lama dikenal dengan etos kerja keras, sekarang melihat banyak generasi muda yang lebih memilih hidup sederhana. Mereka lebih senang dengan kegiatan non-materi seperti menikmati kopi atau menonton anime. China, dengan budaya kerja 996 (9 pagi hingga 9 malam, 6 hari seminggu), melihat banyak anak muda yang mulai lelah dan memilih gaya hidup tanpa ambisi.

Di Asia Tenggara, situasi lebih kritis. Di Filipina, banyak anak muda yang berharap bekerja di luar negeri. Data menunjukkan 80% warga Filipina ingin keluar negeri, kebanyakan di bawah 30 tahun. Di Thailand, jumlah kaum muda yang tidak bekerja atau belajar naik menjadi hampir 1,4 juta pada 2023. Di Indonesia, 16% dari 44 juta remaja berusia 15–24 tahun menganggur. Pekerjaan serabutan dan kontrak pendek pun common, serta impian untuk pindah ke luar negeri.

Selama puluhan tahun, pendidikan tinggi dan bergabung dengan perusahaan besar pasti menjamin mobilitas sosial di Asia. Namun saat ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan kesenjangan yang semakin lebar, janji itu sudah tidak lagi berlaku.

Para generasi muda saat ini menghadapi krisis yang tidak hanya tentang pekerjaan, tetapi juga tentang apa sebenarnya yang mereka impikan. Dalam era ekonomi yang tidak menentu, mereka harus memilih antara mengikuti sistem tradisional atau menemukan jalan alternatif untuk memenuhi kebutuhan dan impian mereka. Mungkin saatnya untuk merenung kembali nilai-nilai yang sebenarnya penting dan bagaimana kita bisa menciptakan sistem yang lebih adil bagi semua.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan