Makna Ultra Processed Food yang Membuahkan Polemik di Menu MBG

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Sebuah istilah yang baru-baru ini menjadi perbincangan hangat adalah Ultra-Processed Food (UPF). Makanan ini sering ditemukan dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang seharusnya membantu meningkatkan kualitas gizi anak sekolah. Badan Gizi Nasional (BGN) telah mengizinkan kehadiran UPF dalam menu MBG, asalkan produk lokal menjadi prioritas. Namun, beberapa ahli gizi mengkritik keputusan ini, menyarankan agar makanan segar lebih diperhatikan.

Makanan yang disebut Ultra Processed Food (UPF) adalah jenis makanan yang mengalami banyak tahap pemrosesan industri. Tidak hanya dimasak atau diawetkan, UPF biasanya terbuat dari bahan ekstraksi seperti pati, protein terisolasi, dan minyak terhidrogenasi. Bahan ini dipadukan dengan zat aditif seperti pemanis buatan, pewarna, penguat rasa, pengawet, dan pengemulsi, yang jarang ditemukan dalam pemasakan rumah tangga. Ciri khas UPF adalah tampilan menarik, rasa yang intens, praktis untuk dikonsumsi, dan tahan lama di rak toko. Contohnya meliputi mi instan, biskuit manis, sosis, nugget, snack kemasan, minuman bersoda, hingga makanan beku siap saji. Industri makanan lebih memilih UPF karena biaya produksi lebih murah, umur simpan lebih lama, dan rasa yang seragam.

Istilah UPF diperkenalkan dalam Sistem NOVA, yang dikembangkan tahun 2009 oleh Prof Carlos Monteiro dan tim penelitian dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Sistem ini dibuat karena masyarakat semakin bergantung pada makanan olahan industri, sedangkan konsumsi pangan segar menurun. NOVA menilai makanan berdasarkan tingkat pemrosesannya, bukan berdasarkan nilai gizi. Meskipun bukan acuan resmi WHO, sistem ini populer dalam dunia riset dan digunakan Pan American Health Organization (PAHO) untuk kebijakan gizi. Sistem NOVA membagi makanan menjadi empat kelompok:

  1. NOVA 1 (Unprocessed or Minimally Processed Foods) berisi makanan segar atau minim proses, seperti buah, sayur, ikan segar, telur, biji-bijian, dan jamur. Makanan minim proses adalah makanan yang diolah secara sederhana, misalnya pemotongan, penggilingan, pendinginan, dan pemanasan.
  2. NOVA 2 (Processed Culinary Ingredients) meliputi bahan hasil ekstraksi atau bahan masak olahan, seperti minyak goreng, gula, garam, mentega, cuka, dan madu.
  3. NOVA 3 (Processed Food) mencakup makanan olahan sederhana, seperti roti tradisional, keju, ikan asin, dan tempe.
  4. NOVA 4 (Ultra Processed Food) termasuk produk industri dengan banyak tambahan, seperti nugget, sosis, mi instan, biskuit, dan minuman kemasan berpemanis.

Hingga saat ini, belum ada istilah resmi dalam Bahasa Indonesia untuk Ultra Processed Food. Beberapa media menggunakan istilah ‘Makanan Ultra Proses,’ meskipun tidak sepenuhnya tepat karena tidak konsisten dengan terjemahan kategori lainnya dalam sistem NOVA.

UPF sering dihubungkan dengan makanan tidak sehat karena biasanya tinggi kalori, gula, garam, dan lemak jenuh, tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Konsumsi berlebihan dapat mengubah pola makan menjadi tidak sehat dan meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga kanker. Studi terbaru tahun 2025 dalam Critical Reviews in Food Science and Nutrition menunjukkan hubungan antara konsumsi UPF tinggi dengan peningkatan risiko kematian dini, diabetes tipe 2, kanker kolorektal, dan penyakit jantung. Studi lain tahun 2020 di Nutrition Journal juga mengaitkan UPF dengan obesitas, sindrom metabolik, dan depresi.

Masalah utama bukan hanya soal zat tambahan dalam UPF, melainkan bagaimana makanan ini memengaruhi pola makan secara keseluruhan. UPF dirancang agar sangat enak dan sulit dihentikan, sehingga orang cenderung makan lebih banyak. Teksturnya lembut dan praktis, serta rendah serat, membuat proses makan lebih cepat, sehingga otak tidak sempat mengirim sinyal kenyang. Akibatnya, kalori yang masuk bisa berlebih tanpa disadari. Pada anak-anak, konsumsi UPF berlebihan sejak usia dini dapat meningkatkan risiko obesitas, gigi berlubang, dan menurunnya kualitas pola makan seimbang. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa kebiasaan makan yang terbentuk di masa kecil cenderung bertahan hingga dewasa.

Isu ini sangat relevan bagi program MBG. Jika menu yang diberikan berisi UPF seperti nugget atau sosis, tujuan MBG untuk meningkatkan status gizi anak mungkin tidak tercapai. Meskipun UPF lebih mudah diproduksi massal dan tahan lama, kualitas gizi tidak sebaik makanan segar. Penting untuk memastikan MBG lebih menekankan buah, sayur, telur, ikan, atau daging segar agar manfaatnya optimal bagi anak. Belum semuanya UPF berdampak buruk; ada yang bermanfaat, seperti makanan medis tertentu atau produk fortifikasi pangan.

Pola makan sehat adalah fondasi untuk kesehatan jangka panjang. Pilih makanan asli dan alamiah untuk melindungi tubuh dari penyakit dan menjaga keseimbangan gizi.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan