Pengesahan Keracunan Massal MBG, Langkah Pemerintah untuk Mencegah Insiden Serupa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Anggota Komisi IX DPR RI bersama Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, Kementerian PPK, dan BPOM RI menggelar rapat untuk membahas pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Diskusi ini disusul dengan munculnya beragam kasus keracunan setelah konsumsi MBG di berbagai wilayah. Data dari Kepala BGN Dadan Hindayana menunjukkan adanya 6.517 kasus keracunan sejak program dimulai pada Januari 2025 hingga September 2025.

Kasus keracunan terjadi karena pelaksanaan standar operasional prosedur (SOP) oleh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) tidak tepat. Misalnya, beberapa SPPG membeli bahan baku hingga empat hari sebelum penyajian, padahal aturan menyarankan pengadaan bahan baku maksimal dua hari sebelumnya. Pengendalian sanitasi juga menjadi perhatian, seperti penggunaan air tidak memenuhi standar dan alat sterilisasi yang tidak dioperasikan dengan benar.

Pemberian menu Ultra Processed Food (UPF) dalam MBG juga menjadi perdebatan. Dadan menjelaskan bahwa produk UPF berkualitas tanpa gula berlebihan masih dapat digunakan, seperti susu UHT. BGN telah mengeluarkan surat edaran yang menetapkan beberapa ketentuan, termasuk prioritas produk lokal UMKM untuk roti, olahan daging, dan makanan serupa. Produk harus memiliki sertifikasi halal, SNI, terdaftar BPOM, serta masa edar maksimal satu minggu sejak produksi.

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan ada tiga jenis infeksi yang menyebabkan keracunan: bakteri, virus, dan zat kimia. Untuk mendeteksi penyebab spesifik, pemerintah akan melakukan pengujian rutinitas dengan reagen khusus. Beberapa jenis bakteri yang umum ditemukan adalah Salmonella, Escherichia Coli, Bacillus Cereus, dan Staphylococcus. Laboratorium di tingkat kabupaten dan kota siap melakukan penelitian mikrobiologis dan toksikologi.

Untuk mencegah keracunan MBG, pemerintah akan mewajibkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk semua SPPG. Hingga saat ini, hanya 34 dari lebih dari 8.000 SPPG yang memiliki sertifikasi ini. Menkes berharap proses sertifikasi dapat disederhanakan agar penerbitan SLHS dapat dilakukan lebih cepat.

Riset baru menunjukkan bahwa implementasi SOP dan pengawasan ketat terhadap SPPG sangat krusial. Studi kasus di Bandung, misalnya, mengungkapkan bahwa penggunaan air panas untuk sterilisasi masih minim. Selain itu, pendataan terbaru menunjukkan bahwa 40% kasus keracunan disebabkan oleh bahan baku rusak.

Dari situ, pemerintah perlu menguatkan pengawasan dan dukungan terhadap UMKM dalam memproduksi bahan makanan yang sesuai standar. Dengan demikian, program MBG dapat berjalan lebih aman dan berdampak positif bagi anak-anak penerima. Kesempatan juga terbuka untuk mengembangkan produk lokal yang lebih sehat dan ramah lingkungan, menggandeng ilmu pengetahuan dan teknologi pangan. Program ini bukan hanya untuk menjamin gizi anak, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan