DPR Ajukan Peraturan Pengaturan Driver Ojol dalam RUU Perlindungan Tenaga Kerja

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pekerja ojek online kini diperlukan untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kebijakan yang jelas. M. Sarmuji, Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI, menguatkan komitmen fraksinya untuk terus memastikan perlindungan hukum dan kebijakan yang tepat bagi para pengemudi ojek daring.

Fraksi Partai Golkar sudah melakukan berbagai upaya konkret untuk memajukan hak pekerja ojek online, termasuk usulan tentang pengakuan, perlindungan, dan dukungan dalam regulasi nasional. Sarmuji juga mengungkapkan bahwa Fraksi Golkar telah mengajukan RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig yang meliputi pengaturan khusus untuk pengemudi ojek online.

Dalam rangka peningkatan perlindungan, Fraksi Golkar juga memasukkan unsur pekerja ojek online dalam revisi UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, mereka juga mendorong penambahan materi tentang pekerja ojek dalam revisi RUU Perubahan Ketiga UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Ridwan Bae di Komisi V terus memantau revisi UU LLAJ ini untuk memastikan pekerja ojek online mendapatkan perlindungan hukum yang memadai,” kata Sarmuji.

Sarmuji juga menghargai iniatif Kementerian Ketenagakerjaan dalam menyusun RUU tentang Pekerja Platform dan RUU tentang Pekerja Lepas. “Inisiatif ini sangat penting karena industri digital terus berkembang, tetapi regulasi masih tertinggal,” katanya. “Golkar tidak hanya berperan di dunia legislasi, tetapi juga mendengarkan aspirasi langsung dari pengemudi ojek online untuk mengembangkan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” tambahnya.

Okto R. Manullang juga berbagi pendapatnya yang didasarkan pada riset terkait transportasi online. Menurutnya, kebijakan transportasi harus didasarkan pada data yang akurat. “Data yang kredibel dapat memfasilitasi perdebatan demokratis. Jika pemerintah tidak bisa mendokumentasikan masalah masyarakat, isu tersebut dapat hilang dari agenda kebijakan,” jelasnya.

Okto membandingkan praktik negara-negara ASEAN dalam mengatur industri ride-hailing. Brunei, Kamboja, dan Myanmar menetapkan biaya sewa aplikasi maksimal 10-20 persen, sedangkan Indonesia menetapkan 15 persen dan 5 persen. Namun, Vietnam mengizinkan tarif komisi berdasarkan mekanisme pasar, yaitu 20-30 persen, sementara Singapura telah melangkah lebih jauh dengan mengatur pekerja platform secara khusus.

Dalam konteks Indonesia, Okto menekankan bahwa pengemudi ojek online adalah faktor produksi utama di era ekonomi digital. “Perhitungan biaya operasional kendaraan tidak bisa hanya berdasarkan jarak tempuh. Pengemudi juga melibatkan investasi pribadi untuk membeli aset produksinya,” katanya. Ia mengusulkan tarif yang lebih dinamis, memperhatikan faktor seperti peak, off-peak, dan kondisi lapangan, termasuk biaya tambahan.

Okto juga mendorong pemerintah untuk membuat regulasi yang adaptif, bukan hanya formalistik. “Pemerintah harus mendefinisikan parameter, kondisi, dan mekanisme penghitungan tarif agar terjadi keseimbangan antara pengemudi, pengguna, dan aplikator,” ujarnya. “Formalisasi pekerja gig harus difokuskan pada proteksi sosial, sekaligus mengakomodasi aspek surcharge pricing, platform fee, dan keselamatan untuk mencapai keadilan bagi semua pihak.”

Data Riset Terbaru

Sektor pekerjaan gig di Indonesia terus berkembang pesat, dengan lebih dari 2 juta pengemudi ojek online yang aktif. Studi menunjukkan bahwa kebijakan yang tepat dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Sebagai contoh, di Singapura, pengaturannya yang jelas tentang pekerja platform telah meningkatkan stabilitas dan kepuasan para pengemudi.

Analisis Unik dan Simplifikasi

Kebijakan transportasi online harus disesuaikan dengan dinamika pasar dan kebutuhan masyarakat. Dengan pendekatan berbasis data, pemerintah dapat membuat keputusan yang lebih efektif. Selain itu, regulasi yang fleksibel dapat membantu menyelaraskan kepentingan semua pihak, termasuk pengemudi, pengguna, dan aplikator.

Kesimpulan

Perlindungan hukum dan kebijakan yang jelas untuk pekerja ojek online bukan hanya penting untuk menjamin hak mereka, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan sektor ekonomi digital. Dengan pendekatan yang adaptif dan berbasis data, pemerintah dapat memastikan keseimbangan dan keadilan bagi semua pihak. Bangun masa depan yang lebih adil dan inklusif bagi para pengemudi ojek online, karena mereka adalah bagian tak terpisahkan dari ekosistem transportasi modern.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan