KPK Akan Paksa Rektor USU Jika Mengabaikan Panggilan Keempat Kalinya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Rektor Universitas Sumatera Utara, Muryanto Amin, telah memutuskan untuk tidak menghadiri dua kali panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK berencana untuk melakukan panggilan paksa terhadap Muryanto jika dia tetap tidak kooperatif dalam memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Dalam wawancara dengan wartawan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025), Wakil Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penyelidik memiliki wewenang untuk melakukan upaya paksa jika saksi yang dipanggil tidak hadir setelah dua kali undangan. Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Asep juga menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan Muryanto dapat memberikan keterangan yang diperlukan kepada tim penyelidik. “Ditunggu saja,” kata Asep, menambahkan bahwa KPK akan terus menunggu kehadiran Muryanto.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, juga menyampaikan bahwa upaya paksa akan dilakukan jika Rektor USU, Muryanto Amin, terus absen dari panggilan KPK. Johanis menyatakan ini setelah menghadiri kegiatan di Kantor DPRD Sumut. Menurutnya, jika Muryanto tidak hadir pada panggilan kedua, KPK akan melakukan panggilan ketiga. Jika Muryanto tetap tidak hadir, KPK akan mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Ketiga kali dipanggil (tidak hadir), ikuti KUHAP, upaya paksa, itu yang dilakukan,” jelas Johanis Tanak, seperti dilansir detikSumut, Selasa (30/9).

Sebelumnya, Asep Guntur Rahayu juga menjelaskan tujuan meminta keterangan kepada Muryanto Amin. KPK ingin mengetahui apakah ada keterlibatan Muryanto dalam kasus korupsi pengadaan proyek jalan tersebut. Asep mendalami apakah Muryanto direkrut karena keahliannya dalam penganggaran atau karena ada faktor kedekatan lainnya.

“Ya kita itu yang akan kita perdalam. Apakah dia memang di hire itu karena expert. Karena memang keahliannya di bidang penganggaran atau kah ada masalah lain,” ucap Asep. “Ada hal lain gitu yang maksudnya begini. Ternyata dia bukan expert. Bukan apa tapi karena kedekatan gitu. Nah itu yang akan kita dalami dari yang bersangkutan,” tambahnya.

Kasus dugaan korupsi ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Setelah pemeriksaan, KPK menetapkan lima orang tersangka, yaitu Topan Ginting (Kadis PUPR Provinsi Sumut), Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut), Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Sumut), M Akhirun Pilang (Dirut PT DNG), dan M Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT RN).

KPK menduga Topan Ginting telah mengatur perusahaan swasta pemenang lelang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Diperkirakan Topan mendapat janji fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang memenangkan proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar. Selain itu, KPK juga menemukan bukti bahwa Akhirun dan Rayhan telah menarik duit sebesar Rp 2 miliar yang diduga akan dibagikan kepada pejabat yang membantu mereka mendapatkan proyek.

KPK terus menggalang bukti dan menyelidiki lebih dalam untuk mengungkap keterlibatan semua pihak dalam kasus korupsi ini. Langkah panggilan paksa terhadap Rektor USU adalah bagian dari upaya untuk memastikan semua saksi memberikan keterangan dengan jujur. Kasus ini mengingatkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pembangunan proyek pemerintah, terutama dalam penggunaan dana publik. Masyarakat diharapkan untuk terus memperhatikan perkembangan kasus ini dan mendukung upaya KPK dalam menghentikan korupsi.

Pertahankan semangat dalam menuntut kepatuhan hukum dan keadilan. Jangan biarkan tindakan korupsi merusak pengembangan yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan