Pertamina Belum Terpilih oleh Shell sebagai Pemasok BBM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pada hari Rabu tanggal 1 Oktober 2025, Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diimpor oleh Pertamina belum tercatat dibeli oleh perusahaan swasta yang bergerak di bidang penyediaan BBM. Hal ini meliputi perusahaan besar seperti Shell, APR (perusahaan patungan BP-AKR), dan VIVO.

Achmad Muchtasyar, wakil direktur utama Pertamina Patra Niaga, menjelaskan bahwa awalnya BP-AKR dan VIVO telah setuju untuk membeli BBM murni dari Pertamina. Namun, setelah beberapa waktu, kedua perusahaan itu memutuskan untuk tidak lanjut dengan transaksi tersebut.

Menurut Achmad, alasan penyebab pembatalan pembelian BBM dari Pertamina oleh perusahaan swasta tersebut adalah karena kandungan etanol dalam BBM Pertamina mencapai 3,5%. Persyaratan mereka tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Achmad juga menjelaskan bahwa menurut regulasi yang berlaku, kandungan etanol dalam BBM diperbolehkan hingga batas 20%. Hal ini dapat menjadi masalah bagi perusahaan swasta yang memiliki standar yang kaku.

“Masalah yang disampaikan kepada rekan-rekan di SPBU swasta ini, adalah mengenai kandungan. Kandungan yang dimaksud adalah adanya etanol. Menurut regulasi, etanol diperbolehkan hingga suatu batas tertentu, yakni 20%. Padahal dalam BBM ini hanya terdapat etanol sebanyak 3,5%,” ujarnya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI pada Rabu (1/10/2025).

“Ini yang membuat rekan-rekan SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada kandungan etanol tersebut. Padahal kandungan itu masih berada dalam batas yang diperbolehkan oleh pemerintah,” tambahnya.

Achmad juga mengungkapkan bahwa selain VIVO dan BP-AKR, Pertamina juga telah melakukan negosiasi dengan Shell. Namun, proses negosiasi tersebut tidak berjalan dengan lancar. Ia mengatakan bahwa negosiasi tidak dapat dilanjutkan karena adanya proses birokrasi internal perusahaan swasta tersebut.

“Tidak dapat melakukan dan melanjutkan negosiasi ini karena ada birokrasi internal yang harus ditempuh,” kata Achmad.

Sementara itu, perwakilan VIVO Indonesia mengakui bahwa mereka memang tidak melakukan pembelian BBM dari Pertamina. “Betul, kami telah melakukan negosiasi dengan Pertamina berdasarkan saran dari Menteri. Namun, karena ada beberapa hal teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Pertamina, kami terpaksa membatalkan pembelian tersebut. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa kami akan berkoordinasi dengan Pertamina untuk saat-saat mendatang, jika apa yang kami minta bisa dipenuhi,” ujarnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa masalah birokrasi internal perusahaan swasta menjadi salah satu faktor utama dalam kegagalan negosiasi pembelian BBM. Selain itu, ketidaksesuaian standar etanol juga menjadi kajian terkini dalam industri energi. Studi kasus menunjukkan bahwa perusahaan swasta cenderung lebih memilih BBM dengan kandungan etanol yang lebih rendah untuk menjaga kualitas produk mereka.

Analisis unik dan simplifikasi menegaskan bahwa kegagalan negosiasi ini tidak hanya mengganggu pasar, tetapi juga menunjukkan adanya kesenjangan dalam regulasi dan standar industri. Perusahaan swasta dan pemerintah harus bekerja sama untuk menemukan solusi yang memenuhi semua pihak.

Dalam industri energi yang terus berkembang, perbedaan dalam standar dan birokrasi internal seringkali menjadi batas yang sulit dilewati. Solusi yang tepat dan kolaborasi yang kuat antara semua pihak menjadi kunci untuk memastikan pasokan BBM yang stabil dan berkelanjutan.

Menghadapi tantangan ini, situasi saat ini menuntut pencarian solusi yang inovatif dan adaptif. Dengan kerja sama yang erat dan pengaturan yang lebih fleksibel, seluruh industri energi dapat berkembang bersama-sama, memastikan pasokan BBM yang terjamin dan layak bagi seluruh masyarakat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan