Penipuan Kredit Fiktif: Eks Ketua Koperasi Pandeglang Dihukum 6 Tahun Penjara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebelumnya, Endang Suhendar, mantan Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) dari Kementerian Agama di Pandeglang, Banten, telah dijatuhi hukuman penjara selama enam tahun karena terlibat dalam kasus korupsi kredit fiktif. Tindakan ilegal tersebut menyebabkan kerugian negara senilai Rp 1,6 miliar.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang, hakim Mochamad Ichwanudin membacakan putusan yang menyatakan Endang bersalah atas pelanggaran Pasal 3 gabungan Pasal 18 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain penjara, majelis hakim juga memutuskan denda sebesar Rp 300 juta atau alternatifnya tiga bulan kurungan. Selain itu, Endang harus membayar uang pengganti Rp 440 juta dalam waktu satu bulan sejak keputusan hukum berkekuatan tetap. Jika tidak, ia akan ditambahkan dengan hukuman penjara selama satu tahun.

Ichwanudin menjelaskan bahwa keputusan ini juga mempertimbangkan berbagai faktor. Keadaan yang memberatkan adalah tindakan Endang yang bertentangan dengan upaya pemerintah dalam mengatasi korupsi. Sementara faktor meringankan adalah sikap sopan selama persidangan, peran penting Endang dalam keluarga, serta catatan bersih tanpa rekam jejak sebelumnya.

Hukuman yang diberikan lebih ringan daripada tuntutan JPU awal yang meminta delapan tahun penjara. Setelah putusan tersebut, JPU Kejari Pandeglang, Rista Anindya Nisman, menyebutkan akan mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding.

Kasus ini berkembang sejak Endang sebagai ketua koperasi mengajukan fasilitas kredit modal kerja umum (KMKU) pada 2016-2020 dengan total pinjaman Rp 9,6 miliar dari bank BUMD di Pandeglang. Namun, koperasinya gagal membayar utang karena penerimaan yang minim. Endang kemudian meminta restrukturisasi, namun akhirnya utang tetap belum terbayar. Hal ini disebabkan karena manipulasi dalam pengajuan kredit, termasuk pemalsuan nama peminjam dan peningkatan jumlah uang pinjaman. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,6 miliar.

Korupsi dalam bentuk kredit fiktif menimbulkan dampak serius terhadap keuangan negara. Kasus seperti ini mengingatkan betapa pentingnya pengawasan yang ketat terhadap pinjaman pemerintah, terutama dalam koperasi dan lembaga keuangan daerah. Pelaku korupsi harus diadili dengan tegas untuk mempertahankan integritas sistem keuangan dan memperkuat perlindungan terhadap uang negara. Setiap warga juga harus sadar akan tanggung jawab dalam mengawasi penggunaan dana publik agar tidak terjadi penyalahgunaan yang sama di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan