Perubahan Aturan Polri: Polisi Diperintahkan Tanggapi Serangan dengan Tindakan Tegas dan Terukur

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menandatangani Perkap Nomor 4 Tahun 2025 yang mengatur langkah-langkah yang dapat diambil oleh polisi saat terjadi upaya penyerangan terhadap mereka, khususnya saat terjadi kerusuhan. Peraturan ini memberikan ketentuan rinci tentang cara polisi bertindak dalam situasi tersebut.

Kombes Erdi A. Chaniago, sebagai Kabag Penum Divhumas Polri, menjelaskan bahwa peraturan ini bukan hanya sebagai tanggapan terhadap satu insiden, tetapi sebagai pedoman lengkap yang bertujuan untuk mencegah dan mengantisi tindakan penyerangan. “Perkap ini memberikan petunjuk jelas bagi personel Polri dalam menghadapi aksi penyerangan,” ujarnya. “Tidak hanya sebagai reaksi terhadap kejadian tertentu, tetapi juga sebagai langkah preventif agar tindakan polisi di lapangan selalu tepat, terukur, dan sesuai dengan peraturan hukum.”

Dia juga menekankan bahwa keselamatan petugas dan masyarakat adalah prioritas utama. “Dalam beberapa kasus penyerangan, keselamatan petugas dan masyarakat sangat terancam,” katanya. “Dengan peraturan ini, petugas memiliki dasar yang kuat untuk bertindak, mulai dari memberikan peringatan, melakukan penangkapan, hingga penggunaan senjata api dengan proporsi yang tepat.”

Peraturan tersebut ditandatangani pada 29 September 2025. Pasal 2 dalam peraturan ini menyebutkan bahwa tindakan penyerangan meliputi serangan terhadap markas polisi, kesatrian, asrama/rumah dinas, satuan pendidikan, dan fasilitas kesehatan Polri. Sedangkan Pasal 6 menentukan bahwa tindakan yang bisa dilakukan oleh petugas meliputi pemberian peringatan, penangkapan, pemeriksaan/penggeledahan, pengamanan barang penyerangan, serta penggunaan senjata api dengan ketat dan terukur.

Pasal 11 mengatur kondisi penggunaan senjata api, seperti penyerangan yang mengancam jiwa petugas atau masyarakat, termasuk tindakan seperti pembakaran, perusakan, pencurian, perampasan, penjarahan, penyanderaan, penganiayaan, atau pengeroyokan. Senjata yang digunakan harus senjata organik Polri dengan amunisi karet atau tajam, tetapi harus digunakan dengan hati-hati.

Pasal 13 menjelaskan bahwa penggunaan senjata api hanya after petugas telah mengidentifikasi dirinya sebagai anggota Polri, memberikan peringatan, dan menuntut penyerang untuk menghentikan aksi atau meletakkan senjata. Jika peringatan tidak dipatuhi, petugas dapat menggunakan senjata api dengan amunisi karet untuk melumpuhkan penyerang. Dalam situasi darurat, petugas dapat langsung menggunakan senjata tanpa peringatan.

Pasal 14 memastikan bahwa jika penyerangan mengancam jiwa, petugas dapat menggunakan senjata api dengan amunisi karet atau tajam. Pasal 15 menambahkan bahwa dalam kondisi penyerangan yang parah, petugas harus menggunakan amunisi tajam untuk melumpuhkan penyerang.

Dengan peraturan ini, diharapkan pelaksanaan tugas polisi di lapangan semakin profesional, proporsional, dan berlandaskan hukum. Tujuan utama adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Peraturan yang jelas dan terstruktur ini diharapkan memberikan kejelasan bagi petugas polisi dalam menangani berbagai situasi penyerangan dengan tegas namun sesuai prosedur.

Tetapi, dalam praktiknya, penerapan peraturan ini perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan kekerasan berlebihan. Studi kasus di negara lain menunjukkan bahwa kebijakan penggunaan senjata api oleh polisi harus disertai dengan pelatihan yang berkualitas dan pengawasan yang ketat. Polri perlu menjamin bahwa setiap tindakan yang diambil selalu sesuai dengan prinsip kepolisian yang baik, yaitu berlandaskan hukum, proporsional, dan bertanggung jawab.

Kesimpulan, peraturan baru ini penting untuk melindungi petugas dan masyarakat, tetapi juga mengingatkan pada pentingnya disiplin dan kebijakan yang jelas dalam penggunaan kekerasan. Kebijakan yang tepat akan menjaga keamanan tanpa merugikan hak-hak warga negara.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan