Inisiatif Bastian untuk Jadi Guru Warga Adat Bursel Dihadapi Tantangan dan Keraguan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Iptu Bastian Tuhuteru memulai perjalanan pengabdiannya sebagai pendidik bagi masyarakat adat di Buru Selatan, Maluku, sejak tahun 2016. Awalnya, kehadirannya di Dusun Walafu dihadapkan dengan penolakan dari warga setempat.

Dalam acara Hoegeng Corner 2025 yang disiarkan oleh detikPagi, Iptu Bastian mengungkapkan bahwa pada tahun 2016, dirinya ditugaskan sebagai Bhabinkamtibmas di daerah tersebut. Ketika itu, masyarakat di lokasi tersebut masih belum mengenal huruf dan hidup dengan gaya hidup nomaden.

“Dari situ saya tergerak untuk mengubah pola pikir mereka dan mempraktikkan baca tulis,” ungkap Iptu Bastian, Selasa (30/9/2025).

Ketika Iptu Bastian mulai mengajarkan masyarakat tentang kebacaan dan penulisan, ia menghadapi tantangan yang tidak mudah. Kehadirannya awalnya ditolak karena masyarakat adat meragukan niatnya sebagai polisi.

“Kegiatan ini kami lakukan sempat juga mendapat tantangan. Orang tua anak-anak awalnya curiga pada saya, sehingga saat saya mengajar, banyak yang mempertanyakan apakah ada misi lain dibalik kehadiran saya. Namun, setelah satu atau dua minggu, mereka mulai membuka hatinya,” jelas Iptu Bastian.

Tidak menyerah mudah, Iptu Bastian menggunakan berbagai strategi untuk mendekati masyarakat dan menjelaskan tujuan kehadiran dirinya. Dia menjelaskan bahwa dirinya hanya ingin membantu masyarakat untuk lebih berpendidikan tanpa ada kepentingan lain.

Menurut Iptu Bastian, sebagian besar masyarakat di Dusun Walafu sebelumnya hidup dari berkebun dan berburu, serta memiliki kebiasaan pernikahan usia dini. Anak-anak yang belum pernah bersekolah sering kali ikut orang tuanya ke hutan untuk berburu.

“Untuk mengubah mindset mereka, kami memerlukan ketulusan hati dan konsistensi. Program ini yang kami jalankan mulai tahun 2016 hingga 2019,” katanya.

Awalnya, Iptu Bastian tidak langsung mengajarkan baca tulis. Ia lebih memilih pendekatan humanis dengan membawa mereka berkeliling kampung menggunakan motor, memberikan sabun mandi, dan mengajari mereka beraktivitas seperti mandi. Baru setelah itu, dia mulai mengajarkan membaca dan menulis.

Setelah memperoleh kepercayaan masyarakat, Iptu Bastian semakin bersemangat dalam pengabdiannya. Akhirnya, masyarakat adat di daerah tersebut mampu membaca dan menulis, bahkan wilayah tersebut kini sudah memiliki sekolah resmi dari pemerintah.

“Saya berperan sebagai guru, dan anak-anak yang awalnya tidak tahu baca atau menulis, akhirnya mengalami perubahan. Dalam tiga tahun lebih pengabdian, mindsets mereka berubah, mulai dari pernikahan usia dini hingga terbentuknya karakter baru,” tutupnya.

Data terbaru menunjukkan bahwa inisiatif seperti ini telah berhasil mengurangi angka analfabetisme di daerah terpencil. Studi kasus di Buru Selatan menunjukkan bahwa pendidikan dasar dapat mengubah pola hidup masyarakat secara positif. Infografis menunjukkan bahwa jumlah anak sekolah bertambah secara signifikan setelah program pendidikan dimulai.

Masyarakat adat yang awalnya hidup nomaden kini memiliki harapan yang lebih cerah. Pengabdian Iptu Bastian menjadi contoh inspirasi bagi para pendidik lain untuk melanjutkan misi mencerdaskan masyarakat. Setiap langkah kecil membuka jalan bagi perubahan yang lebih besar.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan