Hubungan Antara Autisme dan Parasetamol Tidak Dibuktikan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Belakangan ini, pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai ibu hamil yang mengonsumsi parasetamol (Tylenol) menjadi topik hangat. Ia mengaitkannya dengan kemungkinan timbulnya autisme pada anak. Namun, para ahli medis segera membantah dengan ketat, dan pejabat kesehatan di Inggris menggaris bawahi bahwa parasetamol tetap menjadi obat penghilang rasa sakit yang paling aman bagi wanita hamil.

Peneliti dari Exeter University telah menemukan temuan baru tentang bagaimana autisme bisa terbentuk. Mereka melakukan studi dengan memetakan perubahan kimiawi pada DNA selama proses perkembangan dan penuaan otak. Dalam penelitian ini, fokus utama adalah terhadap perubahan epigenetik, yaitu penanda kimiawi pada DNA yang memengaruhi aktivasi atau nonaktivasi gen. Perubahan ini sangat penting dalam mengatur penggunaan informasi gen dan memandu proses perkembangan sel otak.

Selain itu, peneliti juga memfokuskan pada korteks otak, bagian yang bertanggung jawab atas pemikiran, ingatan, persepsi, dan perilaku. Perkembangan korteks ini sangat penting untuk kesehatan otak setelah lahir. Hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Cell Genomics menunjukkan bahwa metilasi DNA mengalami perubahan drastis sebelum kelahiran, yang mencerminkan aktivasi jalur biologis utama dalam pembangunan korteks. Gen yang terkait dengan autisme dan skizofrenia juga ditemukan mengalami perubahan metilasi DNA yang sangat dinamis selama perkembangan otak. Hal ini menandakan peran penting dari gen dalam proses perkembangan korteks, dan gangguan pada mekanisme ini bisa menjadi faktor penyebab autisme dan skizofrenia.

Menurut Alice Franklin, penulis utama studi, “Dengan menganalisis bagaimana perubahan kimiawi pada DNA membentuk otak sepanjang hidup manusia, kami telah menemukan petunjuk penting tentang mengapa kondisi perkembangan saraf seperti autisme dan skizofrenia bisa terjadi. Temuan kami menunjukkan bahwa masalahnya mungkin timbul sejak dini dalam perkembangan otak.”

Profesor Jonathan Mill, salah satu peneliti utama, menambahkan bahwa studi ini memberikan wawasan yang lebih jelas tentang proses biologis yang memimpin perkembangan otak dan perbedaan antara jenis sel otak. “Dalam jangka panjang, ini dapat membantu kita lebih menyelidiki mekanisme dasar dari kondisi perkembangan saraf.”

Bukti sebelumnya menunjukkan bahwa autisme sebagian besar ditentukan oleh faktor genetik, meskipun belum diketahui pasti gen mana yang terlibat. Menurut National Autistic Society, autisme kemungkinan disebabkan oleh beberapa gen, bukan hanya satu. Selain itu, lembaga amal Inggris ini juga menekankan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dan vaksin. Berbagai penelitian selama bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa vaksin tidak memiliki kaitan dengan timbulnya autisme.

Selain dari penjelasan di atas, penelitian terkini mengungkapkan bahwa autisme tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik, tetapi juga oleh interaksi kompleks antara gen dan lingkungan. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Genetics menunjukkan bahwa perbedaan individu dalam respons otak terhadap stimulus lingkungan juga berperan dalam perkembangan autisme. Hal ini menjadikan autisme sebagai kondisi spektrum yang sangat bervariasi, dengan gejala dan tingkat keberatannya yang berbeda-beda.

Dalam analisis lain, penelitian dari Harvard Medical School menemukan bahwa gangguan dalam komunikasi sel otak selama perkembangan awal bisa mempengaruhi koneksi sinaptis, yang kemudian berkontribusi pada gejala autisme. Ini menunjukkan bahwa autisme tidak hanya masalah genetik, tetapi juga tergantung pada bagaimana otak berkembang dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Dengan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan, semakin jelas bahwa autisme adalah kondisi yang kompleks dan multifaktorial. Pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana gen, epigenetik, dan lingkungan saling berinteraksi akan membantu dalam pengembangan pemeriksaan dini dan intervensi yang lebih efektif. Hal ini juga meneguhkan bahwa klaim-klaim yang tidak berbasis pada penelitian ilmiah, seperti hubungan antara parasetamol dan autisme, perlu ditinjau dengan sangat hati-hati.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan