Amnesty International dan KontraS Permintakan Pembebasan Aktivis kepada Kapolri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Amnesty International Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melakukan diskusi di Pusat Pendidikan dan Latihan Polri (PTIK) di Jakarta Selatan. Kegiatan ini berfokus pada subjek “Penyampaian Pendapat Di Muka Umum: Hak Dan Kewajiban, Tindakan Anarkistis Menjadi Tanggung Jawab Hukum.” Dalam kesempatan tersebut, di hadapan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mereka mendorong pembebasan aktivis yang masih dalam tahanan.

Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia, dalam pernyataannya kepada media di PTIK, Senin (29/9/2025), mengatakan bahwa mereka menyampaikan permohonan pembebasan kepada seluruh jajaran kepolisian, termasuk Kapolri. Dilaporkan bahwa beberapa aktivis seperti Delpedro Marhaen dari Setara Institute, Syahdan Hussein yang aktif di Gejayan memanggil, dan Muhamad Fakhurrozi atau Paul dari Social Movement Institute, masih dalam tahanan. Usman menegaskan bahwa mereka bukanlah pelaku kriminal, melainkan aktivis yang berjuang untuk demokrasi dan reformasi Polri.

Dalam upayanya untuk membebaskan aktivis tersebut, Usman dan tim telah mengajukan surat penangguan penahanan. Dia berharap agar aktivis-aktivis tersebut dapat segera dikembalikan ke bawah tanah air. “Kami mengajukan permohonan penangguan penahanan atau justice restoratif kepada pimpinan Polri dengan harapan agar permohonan kami diterima,” ujarnya.

Dimas Bagus dari KontraS juga meminta Kapolri untuk segera membebaskan aktivis yang ditahan selama aksi demonstrasi. Menurutnya, tindakan-aktifan aktivis tersebut merupakan bentuk ekspresi dan advokasi, bukan kejahatan asosiasi yang dapat dipidana. “Kami juga meminta agar setiap aktivis yang ditahan selama aksi besar ini dibebaskan, karena tindakan mereka tidak boleh dikategorikan sebagai kejahatan,” tambah Dimas.

Usman juga menekankan bahwa para aktivis yang ditahan bukanlah pelaku kriminal, melainkan individu yang berkomitmen pada demokrasi dan reformasi dalam kepolisian. Tindakan mereka, menurutnya, hanyalah upaya untuk menyampaikan pendapat dan advokasi secara publik.

Selain itu, beberapa aktivis yang ditahan selama demonstrasi besar-besaran juga dimintai pembebasan. Hal ini dianggap sebagai bentuk kejahatan asosiasi yang seharusnya tidak dipidana. Tindakan mereka sebenarnya hanya untuk mendorong advokasi, menyampaikan ekspresi, dan pendapat di depan umum, yang tidak boleh dianggap sebagai tindakan ilegal.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa banyak kasus penahanan aktivis selama demonstrasi seringkali berakhir tanpa bukti kriminal yang kuat. Sebagian besar kasus ini terjadi akibat penafsiran yang saling bertentangan antara pihak berwenang dan aktivis. Beberapa studi kasus menunjukkan bahwa banyak aktivis yang ditahan selama aksi damai, tapi kemudian dibebaskan karena tidak ada bukti kriminal yang mendukung penahanan mereka.

Analisis unik dan simplifikasi: Kekhawatiran utama dari Amnesty International dan KontraS adalah bahwa penahanan aktivis ini bisa menimbulkan efek chilling untuk gerakan sosial di masa depan. Jika polisi terus merestriksi hak untuk berekspresi dan berdemonstrasi secara damai, maka masyarakat akan ragu-ragu untuk mengikuti aksi serupa di masa yang akan datang. Ini akan mengurangi partisipasi masyarakat dalam isu-isu penting, seperti reformasi kepolisian atau hak asasi manusia.

Kesimpulan: Gerakan untuk membebaskan aktivis yang ditahan selama demonstrasi bukan hanya tentang kebebasan individu, tetapi juga tentang menjaga hak dasar untuk berekspresi dan berdemonstrasi secara damai. Kesepakatan antara pihak berwenang dan masyarakat sipil dalam menentukan batas antara advokasi dan tindakan ilegal sangat penting. Langkah-langkah yang tepat dan adil dalam penanganan kasus ini akan mengukuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keadilan dan kepolisian.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan