Anggota DPR Soroti Anak-Cicit BUMN, Tak Cari Keuntungan tapi Gaji Karyawan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi VI DPR RI menyoroti adanya banyak anak, cucu, dan cicit perusahaan milik negara yang tidak beroperasi optimal. Bahkan, beberapa di antaranya mengalami kerugian dan hanya berfungsi sebagai penyalur gaji. Keterangan ini disampaikan oleh anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Khilmi. Menurutnya, pembentukan anak-anak usaha ini seharusnya bertujuan untuk mendukung kinerja BUMN induk, namun realistanya tidak tercapai.

Menurut Khilmi, DPR RI juga jarang mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan rapat dengan anak hingga cicit usaha tersebut untuk memantau langsung kinerjanya. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait masukan terhadap RUU Perubahan ke-4 UU BUMN di Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025), ia menyatakan dengan ketus, “Seediated, seluruh cicit cucu itu tak pernah mencari keuntungan. Rugi tidak apa-apa asal saya dapat gaji.”

Data yang ia himpun menunjukkan bahwa beberapa bisnis cucu usaha ini mengalami rugi, bahkan mencapai ratusan miliar rupiah, namun tidak pernah diketahui publik. Hal ini kontrasten dengan tujuan awal pembentukan anak usaha, yaitu untuk mendukung bisnis BUMN induk dan berperan sebagai agen pembangunan masyarakat. Khilmi menambahkan, “Awalnya tujuannya adalah menjadi agen pembangunan untuk rakyat Indonesia melalui BUMN. Namun seiring waktu, BUMN semakin banyak membuat anak, cucu, cicit usaha tanpa tujuan yang jelas.”

Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, juga mengungkapkan kebimbangan tentang kinerja anak hingga cicit BUMN yang kurang maksimal. Ia mengkritik praktik di mana aset BUMN hanya dimiliki oleh perusahaan induk sendiri. Menurutnya, entitas usaha ini seringkali dijadikan sebagai vendor, sementara direksi atau pengurusnya berasal dari kerabat manajemen BUMN induk. Asep mengutip perkataan Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria, fenomena ini bisa mengurangi potensi laba holding hingga 20%.

Asep juga menambahkan bahwa pengusaha swasta dan UMKM sulit bersaing dalam kondisi ini. Ia bertanya apakah hal ini termasuk pelanggaran business judgment rule, karena seringkali anak usaha dibuat tanpa memperhatikan core bisnisnya. Ia memberikan contoh beberapa BUMN induk yang memiliki anak usaha yang tidak sesuai dengan bisnis utama, sehingga uangnya hanya beredar di lingkungan tertentu. Akibatnya, pendapatan holding pun menurun. Asep menambahkan rencana untuk mempersempit jumlah BUMN agar lebih efisien.

Menurut studi terbaru, masalah ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga menjadi permasalahan umum di negara-negara dengan banyak BUMN. Penelitian menunjukkan bahwa struktur perusahaan yang terlalu kompleks dapat mengurangi transparansi dan efisiensi. Kasus ini menunjukkan pentingnya reformasi pada BUMN untuk memastikan bahwa setiap entitas usaha memiliki tujuan yang jelas dan signifikan bagi pembangunan nasional.

Untuk memahami lebih lanjut, infografis berikut menunjukkan alur bisnis BUMN dan anak usaha yang seringkali tidak optimal:

[Infografis: Struktur BUMN dan Kinerja Anak Usaha]

BUMN harus menjadi motor pembangunan, bukan beban finansial. Waktu telah tiba untuk mengubah paradigma dan memastikan setiap entitas usaha berperan strategis dalam menggerakkan ekonomi negara. Mari kita dukung reformasi yang bertujuan pada efisiensi dan transparansi, agar BUMN benar-benar menjadi pelopor kemajuan bangsa.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan