UU BUMN Perlu Revisi, Ahli Menunjuk Ketidakharmonisan Aturan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi VI DPR RI mengadakan rapat dengan para ahli hukum dari berbagai universitas di Indonesia untuk membahas revisi keempat atas Undang-Undang (UU) BUMN terkait dengan keuangan perusahaan milik negara sebagai bagian dari keuangan negara. Mailinda Eka Yuniza, pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat pelbagai peraturan yang mengatur BUMN, namun belum mencapai kesesuaian.

Beberapa peraturan yang menjadi perhatiannya termasuk UU BUMN, UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, hingga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Menurutnya, regulasi saat ini belum sejarang yang diharapkan, terutama karena adanya kompleksitas dalam banyak undang-undang yang mengatur BUMN.

UU terkait dapat dikategorikan menjadi dua jenis: publik dan perdata. Namun, tidak semua peraturan tersebut saling sejalan. Mailinda memberikan contoh bahwa BUMN dianggap sebagai badan hukum swasta, meskipun sumber dayanya berasal dari negara. Dalam hal ini, kekayaan BUMN dianggap terpisah dari kekayaan negara, seperti yang diambil dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 77/2011 yang menyatakan bahwa utang-piutang BUMN bukanlah utang-piutang negara.

Namun, ada juga aspek hukum publik yang terlihat dalam beberapa putusan MK, seperti No. 48 dan 62, yang mendukung teori tentang sumber keuangan negara. Hal ini berarti bahwa, meskipun keuangan BUMN terpisah dari keuangan negara, prinsip hukum publik tetap berlaku jika sumber dana tersebut berasal dari negara. Keuangan BUMN juga tunduk pada beberapa peraturan lainnya, seperti UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU KPK, UU BPK, dan UU Tipikor.

Mailinda juga menekankan pentingnya memiliki basis data yang kuat untuk mengidentifikasi peraturan yang mungkin bertentangan. Menurutnya, peraturan yang tidak harmonis akan mengakibatkan BUMN kurang kompetitif. Jika peraturan lebih sejalan dan akuntabel, BUMN dapat menjadi lebih profesional.

Sebagai bagian dari keuangan negara, BUMN membuat pejabatnya berisiko terjerat dalam kasus Tipikor. Mailinda menyarankan untuk memastikan apakah masalahnya berasal dari peran keuangan BUMN dalam keuangan negara atau justru dari definisi delik Tipikor itself. Jika perbedaan dalam definisi Tipikor, maka perlu adanya perbaikan dalam persamaan pemahaman tentang apa itu Tipikor.

Peraturan yang kontradiktif dapat mengganggu pengelolaan BUMN. Oleh karena itu, kesesuaian regulasi sangat penting untuk membangun sistem yang lebih transparan dan profesional. Dengan demikian, BUMN dapat menjadi pelopor dalam pengelolaan keuangan yang lebih baik, terlepas dari kompleksitas yang ada.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan