Pendanaan Startup di Asia Tenggara Menurun ke Level Terendah dalam 6 Tahun Terakhir di Semester Pertama 2025

Cuy

By Cuy

Pasar pendanaan startup di Asia Tenggara mengalami fase reset pada semester pertama tahun 2025. Investasi ekuitas menurun 20,7% tahun ke tahun, mencapai total US$1,85 miliar dari 229 transaksi—nilai terendah dalam lebih dari enam tahun. Data tersebut diambil dari Southeast Asia Startup Funding Report: H1 2025 yang disusun oleh DealStreetAsia dan Kickstart Ventures.

Tekanan makroekonomi dan perhatian terhadap tata kelola telah membuat investor lebih selektif. Namun, di kuartal II, aliran modal mengalami peningkatan yang signifikan, lebih dari dua kali lipat dibanding kuartal I (US$1,28 miliar vs US$580 juta). Hal ini menunjukkan bahwa modal mulai mengalir ke perusahaan yang memiliki dasar fundamental yang kuat.

Sementara itu, pendanaan utang (private debt) mengalami penurunan menjadi US$490 juta, sekitar setengah dari nilai H2 2024. Hal ini disebabkan oleh semakin ketatnya pemberian pinjaman kepada perusahaan berpendapatan yang kuat.

Berikut adalah perubahan signifikan dalam peta pendanaan di berbagai negara:

  • Singapura tetap menjadi pusat pendanaan dengan total US$1,21 miliar, hampir dua pertiga dari total pendanaan. Namun, jumlah transaksi turun menjadi 129, sekitar 13% dibanding H2 2024 dan hampir 44% tahun ke tahun.
  • Indonesia mengalami penurunan tajam sebesar 67% menjadi US$78,5 juta, nilai terendah sepanjang catatan. Untuk pertama kalinya, Indonesia berada di belakang Filipina yang meraih US$86,4 juta.
  • Vietnam menjadi titik terang dengan transaksi naik dari 17 menjadi 23, dan nilai dana melonjak hampir 169% menjadi US$275 juta.
  • Malaysia juga menunjukkan perkembangan positif dengan dana terkumpul dua kali lipat menjadi US$196 juta, didukung oleh beberapa pendanaan besar.

Meskipun investasi menjadi lebih selektif, kawasan ini masih menerima tiga unicorn baru: Ashita Group (Malaysia, US$155 juta), Thunes (Singapura, US$150 juta dengan valuasi US$1,42 miliar), dan Sygnum (bank aset digital) yang telah melebihi valuasi US$1 miliar. Total unicorn di Asia Tenggara kini mencapai 58.

Kehati-hatian investasi paling terasa pada tahap awal (hingga Seri B), dengan jumlah transaksi turun menjadi 219, nilai terendah dalam enam tahun, dan total pendanaan US$1,1 miliar, jauh di bawah puncak US$4,54 miliar pada H1 2022. Namun, tahap lanjut hanya mencatat 10 transaksi tetapi menghasilkan US$756 juta, naik 70% dibanding semester sebelumnya. Median ukuran transaksi juga meningkat menjadi US$60 juta, menunjukkan konsentrasi modal pada bisnis yang sehat, berskala, dan memiliki prospek keluar yang jelas.

Berikut adalah tren sektoral yang teramati:

  • Fintech tetap menjadi sektor terbesar dengan 57 transaksi bernilai US$631 juta, meski volume dan nilai pendanaan berada di titik terlemah dalam enam tahun.
  • Healthtech mengalami pertumbuhan signifikan, naik dua kali lipat menjadi US$108 juta, didorong oleh pendanaan Seri B sebesar US$45 juta untuk Nuevocor.
  • Greentech mencatat 20 transaksi, sementara startup berfokus pada iklim meliputi 34 transaksi, terutama di energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan mobilitas rendah karbon.

Menurut Minette Navarrete, Founder & Managing Partner Kickstart Ventures, ketidakpasan makro global dan pengawasan tata kelola telah menaikkan ambang kualitas. Tahap awal kini menuntut bukti efisiensi modal, model pertumbuhan yang layak, dan tim yang terpercaya. Sementara itu, modal tahap lanjut lebih terkonsentrasi pada perusahaan yang menunjukkan resiliensi dan skala. Hal ini menciptakan disiplin yang lebih sehat bagi pendiri dan investor.

Pendanaan startup di Asia Tenggara mungkin mengalami penurunan, tetapi ini juga menjadi peluang untuk mendirikan bisnis yang lebih kokoh dan berkelanjutan. Investor dan pendiri harus saling berkolaborasi untuk memanfaatkan tren saat ini dan mendorong inovasi yang benar-benar berdampak.

Baca juga Info Terbaru lainnya di Info terbaru.

Tinggalkan Balasan