Menteri Nusron Berkan Moratorium Alih Fungsi Lahan Sawah di Seluruh Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengumumkan kebijakan moratorium terhadap alih fungsi lahan sawah di seluruh wilayah Indonesia. Keputusan ini bertujuan untuk melindungi dan menjaga ketahanan pangan negara.

Pernyataan tersebut disampaikannya saat rapat dengan pimpinan DPR RI, anggota Kabinet Merah, dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/9/2025). Nusron menuturkan telah menandatangani surat moratorium yang akan dikirimkan kepada semua bupati di Indonesia.

“Sejak bulan ini, kami telah mengirim surat kepada seluruh bupati, termasuk izin dari Pak Dasco, bahwa moratorium alih fungsi lahan diaplikasikan, terutama untuk lahan sawah fisik, walaupun dalam tata ruangnya sudah tidak lagi digunakan sebagai sawah,” jelas Nusron.

Moratorium ini berlaku untuk seluruh lahan yang secara hukum dan peraturan seharusnya tetap menjadi sawah. “Kami tidak mengizinkan adanya alih fungsi, meskipun secara hukum dan peraturan, seharusnya tata ruang itu menjadi utama,” tambahnya.

Sebelum dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang alih fungsi lahan, tingkat konversi sawah mencapai 120.000 hingga 160.000 hektare setiap tahun. Namun, setelah diterapkannya mekanisme Lahan Sawah Dilindungi (LSD), angka tersebut menurun drastis menjadi sekitar 5.600 hektare selama periode 2021-2025, atau sekitar 1.000 hektare per tahun.

“Penurunan ini terjadi karena adanya Perpres alih fungsi lahan ini. Pengawasan dan verifikasi lahan sawah dilakukan secara lebih ketat di pusat, terutama untuk lahan di delapan provinsi. Sementara 12 provinsi lainnya masih dalam proses verifikasi dan berada di bawah wewenang bupati setempat,” jelas Nusron.

Menteri ini menegaskan bahwa moratorium ini sangat penting untuk menjamin ketahanan pangan. Dia juga akan mengundang Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, serta kepala daerah untuk menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang sesuai.

“Ini dilakukan demi ketahanan pangan negara. Tujuannya adalah menjaga agar 87% total Lahan Basis Sawah (LBS) tetap menjadi Lahan Pertanian untuk Pangan (LP2B.”

Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam mengelola lahan pertanian secara optimal. Data menunjukkan bahwa konversi lahan sawah terus berlangsung, meskipun telah ada berbagai upaya pencegahan. Moratorium yang diumumkan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan lebih terhadap lahan pertanian yang kritis.

Dari sisi teknis, implementasi moratorium ini membutuhkan kerjasama erat antara pemerintah pusat dan daerah. Verifikasi lahan sawah yang belum selesai di 12 provinsi menunjukkan adanya tantangan dalam pelaksanaan kebijakan. Namun, dengan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan jumlah konversi lahan sawah dapat dikurangi secara signifikan.

Untuk mendapatkan manfaat maksimum dari kebijakan ini, diperlukan pendekatan yang holistik. Selain moratorium, pemerintah juga perlu memperkuat sistem pengawasan, memberikan insentif kepada petani, dan meningkatkan produktivitas lahan sawah yang masih tersedia. Dengan demikian, ketahanan pangan Indonesia dapat dijaga dan dipertahankan.

Setiap langkah yang dilakukan harus didasarkan pada data dan analisis yang akurat. Studi kasus menunjukkan bahwa kebijakan yang terkoordinasi dengan baik antara pusat dan daerah dapat mengurangi konversi lahan sawah secara signifikan. Pengalaman dari beberapa provinsi yang telah berhasil mengurangi konversi lahan dapat dijadikan referensi untuk provinsi lainnya.

Dengan dukungan dari semua pihak, especially pemerintah pusat dan daerah, moratorium lahan sawah ini akan menjadi langkah penting dalam menjaga sumber daya pertanian Indonesia. Ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat. Semua warga perlu berpartisipasi aktif dalam menjaga dan memelihara lahan pertanian untuk generasi mendatang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan