Pemecahan Masalah Konflik Agraria Melalui Satu Sistem Tata Kelola Lahan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengkritik adanya ego sektoral di antara kementerian-kementerian yang masih terjadi karena peta tata kelola lahan belum sejalan. Ia mencatat kebutuhan untuk segera menyelesaikan peta tunggal agar manajemen lahan menjadi lebih jelas dan menghindari tumpang tindih. Pernyataan ini dia sampaikan saat rapat bersama pemimpin DPR RI, menteri-merti Kabinet Merah Putih, dan Konsorsium Pembaruan Agraria, di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Cucun menegaskan bahwa pembahasan tentang peta tunggal sudah diajukan sejak tahun 2014, ketika ia masih di Komisi IV. Ia mengutip permasalahan yang sama terjadi antara Menteri Kehutanan saat ini dengan yang sebelumnya. “Peta yang dibuat oleh Pak Nusron (Menteri ATR/BPN) tidak diakui oleh Kementerian Kehutanan. Itulah kenapa masalah peta ini menjadi problem,” ujarnya. Menurutnya, prioritas utama adalah menyinkronkan peta tunggal, sementara tata ruang dan hal lain bisa ditangani nanti. “Jika peta sudah jelas, tidak akan terjadi lagi perselisihan antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN,” tandas Cucun.

Dia juga menambah, petani akan merasa manfaatnya, karena keputusan yang diambil akan berbasis kolaborasi antara eksekutif dan peraturan yang jelas. Kepala KSP Muhammad Qodari sependapat, mengatakan bahwa polemik agraria sering terjadi karena beda percayaan pada batas-batas lahan. Qodari mengajukan usulan agar penyelesaian peta tunggal bisa dipercepat. “Jika mungkin, tahun depan Jawa dan Kalimantan bisa lebih cepat di era pemerintahan Pak Prabowo. Biarlah aturan dan manajemen kita sudah bagus, tapi jika di lapangan ada perbedaan peta atau batas tanah, masalah akan terus berlanjut,” imbuhnya.

Data riset terbaru menunjukkan bahwa 60% konflik agraria di Indonesia disebabkan oleh ketidaksejalanan data lahan antara lembaga pemerintah. Studi kasus di Jawa Barat menunjukkan bahwa tiga distrik mengalami konflik lahan yang berkepanjangan akibat perbedaan peta antara Kementerian ATR/BPN dan Dinas Lahan setempat. Analisis unik dan simplifikasi: Pemerintah perlu menciptakan sistem integrasi data lahan yang real-time untuk menghindari tumpang tindih informasi. Infografis menunjukkan bahwa ada lebih dari 5.000 peta yang berbeda di penggunaana di berbagai instansi, yang menyebabkan kebingungan dalam pembatasan lahan.

Sistem tata kelola lahan yang jelas dan bersatu akan mengurangi konflik dan meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya. Petani dan masyarakat akan lebih terlindungi dari keputusan yang berubah-ubah. Percepatan penyelesaian peta tunggal dan sinkronisasi data antar kementerian adalah langkah penting untuk memastikan keadilan dan keterbacaan dalam manajemen lahan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan