Eks-Presiden Duterte Dituntut karena Pelanggaran HAM

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Mantan presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah dihadapkan ke pengadilan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dengan tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pria yang kini berusia 80 tahun diyakini bertanggung jawab atas ratusan kasus pembunuhan yang terjadi selama kampanye antinarkoba yang diinisiasinya. Ribuan individu, termasuk penyalahguna dan pengedar narkoba kecil, tewas tanpa melalui proses hukum.

Surat dakwaan dari ICC, sebagian isinya disensor, dirilis pada Juli 2025 dan dipublikasikan pada Senin, 22 September. Wakil jaksa ICC, Mame Mandiaye Niang, menyatakan bahwa Duterte merupakan “pelaku tidak langsung” dalam serangkaian pembunuhan tersebut, meskipun pelakunya langsung adalah pihak lainnya, termasuk anggota polisi.

Tiga dakwaan utama yang dilontarkan terhadap Duterte mencakup:

  1. Keterlibatannya dalam pembunuhan 19 orang di Kota Davao antara 2013 dan 2016.
  2. Pembunuhan 14 “target bernilai tinggi” di berbagai wilayah Filipina.
  3. Pembunuhan dan percobaan pembunuhan terhadap 45 orang selama operasi pembersihan desa.

Kampanye antinarkoba Duterte, yang berlangsung selama kepresidenannya (2016-2022), dikenal dengan nama “perang melawan narkoba”. During this period, jaksa ICC menuduh Duterte dan sekutunya memiliki rencana untuk “menetralisasi” kriminal dengan kekerasan, termasuk pembunuhan. Meski pemerintah Filipina melaporkan 6.000 kematian, aktivis HAM percaya angka sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu.

Duterte tidak pernah meminta maaf atas aksi keras tersebut. Pengacara Duterte mengklaim kliennya tidak dapat diadili karena kondisi kesehatannya yang buruk. Namun, ICC menyatakan bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan sebelum Filipina menarik diri dari organisasi tersebut.

Mantan presiden ini menjadi figur Asia pertama yang didakwa oleh ICC dan baru-baru ini diangkut ke Den Haag, Belanda. Pada 11 Maret, Duterte ditangkap di Bandara Manila dan langsung dipindahkan ke pesawat menuju Belanda. Selama penerbangan, ia mengaku bertanggung jawab atas semua aksi yang dilakukan dan mempertanyakan keabsahan dakwaan ICC. Setelah tiba di Rotterdam, ICC mengonfirmasi penahanannya untuk menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pendukung Duterte menganggap dakwaan ICC sebagai politisasi keadilan. Salvador Panelo, mantan juru bicara Duterte, menuduh ICC melanggar hukum karena Filipina sudah menarik diri dari organisasi tersebut. Namun, koalisi hak asasi manusia menyambut penangkapan Duterte sebagai momen bersejarah dalam upaya menghukum kejahatan massal.

Saat ini, Duterte mengembara di fasilitas penahanan ICC yang dilengkapi fasilitas pribadi, akses ke komputer, perpustakaan, dan fasilitas olahraga. Ia juga diizinkan untuk memasak sendiri atau mendapatkan perawatan medis jika diperlukan.

Selain kasus hukum ini, Duterte tetap populer di Filipina karena imejnya sebagai pemimpin yang keras. Dia menargetkan narkoba dengan retorika kuat, bahkan membandingkannya dengan Holocaust. Dalam pidato, ia pernah mengaku tidak peduli dengan pelanggaran HAM dan siap menghadapi konsekuensi hukum.

Duterte juga dikenal sebagai pemimpin pertama Filipina dari Mindanao, wilayah yang sering terpinggirkan. Dia sering berbicara dalam bahasa Cebuano, bukan Tagalog yang umum di Manila, dan dianggap sebagai “Donald Trump dari Timur” karena retorika populisnya. Hubungannya dengan Presiden saat ini, Ferdinand Marcos Jr., semakin buruk setelah keduanya bersaing dalam pemilu 2022. Putri Duterte, Sara, yang kini menjabat sebagai wakil presiden, juga terlibat dalam kontroversi korupsi.

Kini, dunia menunggu apakah Marcos Jr akan mengekstradisi Duterte ke Den Haag untuk menjalani sidang ICC. Sedangkan Duterte tetap tidak mengaku bersalah, tegaskan bahwa tindakannya dilakukan demi negara.

Penangkapan Duterte menunjukkan bahwa tidak ada yang di atas hukum. Keberanian ICC untuk menuntut figuran politik senior ini memberikan harapan baru bagi korban kejahatan massal. Meskipun proses hukum mungkin berlangsung lama, langkah ini mengirimkan pesan jelas: keadilan tidak akan dikorbankan demi politik.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan