Bos BI Ungkap Penyebab Rupiah Merosot

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bank Sentral Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa ada tekanan baik dari pasar global maupun dalam negeri yang telah menyebabkan melemahnya nilai rupiah dalam jangka waktu terbaru. Saat ini, mata uang Garuda dapat diperdagangkan sekitar Rp 16.607 untuk setiap satu dolar Amerika Serikat.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa tekanan tersebut telah mempengaruhi nilai rupiah hingga melampaui ambang Rp 16.500. Meskipun demikian, BI tetap berupaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar mata uang nasional. “Dalam beberapa hari terakhir, tekanan dari situasi global dan domestik telah menyebabkan penurunan hingga Rp 16.500. Kami tetap yakin akan melanjutkan upaya untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Perry saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (22/9/2025).

Pada pandangan lebih panjang, Perry menambahkan bahwa nilai tukar rupiah telah menunjukkan tanda-tanda stabilisasi sejak beberapa bulan terakhir. Mata uang ini sempat mencapai titik terendah sekitar Rp 17.000 per dolar AS ketika Presiden Donald Trump mengumumkan penerapan tarif resiprokal. “Pada awal April 2025, setelah diumumkan tarif resiprokal, rupiah membobot lebih dari Rp 17.000. Kami kemudian berhasil menguatkan kembali hingga ke zona Rp 16.300 beberapa waktu yang lalu,” jelasnya.

Untuk menjamin stabilitas nilai tukar, BI melakukan berbagai strategi, termasuk intervensi di pasar non-deliverable forward (NDF), transaksi spot, maupun pasar domestik. Selain itu, BI juga melibatkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sekunder untuk meningkatkan likuiditas. “Kami memahami bahwa nilai tukar rupiah merupakan komponen penting dalam menjaga keseimbangan perekonomian dan stabilitas negara,” tambahnya.

Penurunan nilai rupiah juga dipengaruhi oleh kebijakan pemangkasan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve. Kesempatan aktivitas ini telah menyebabkan dolar AS menguat hingga melewati Rp 16.500 dan terus berlanjut hingga saat ini. Pemangkasan suku bunga tersebut dilakukan oleh The Fed sebagai tanggapan terhadap kenaikan angka pengangguran di Amerika Serikat, khususnya di kalangan komunitas kulit hitam, pekerja muda, serta penurunan jam kerja mingguan.

Rupiah saat ini masih tetap di bawah ambang Rp 17.000 per dolar AS, meskipun tekanan global dan perubahan kebijakan monetari Amerika Serikat tetap menjadi tantangan. BI terus berkomitmen untuk mengendalikan situasi ini melalui berbagai strategi pasar. Stabilitas nilai tukar rupiah tidak hanya penting bagi pembiayaan impor, tetapi juga memberikan kepercayaan terhadap investasi dalam negeri dan asing. Meskipun menghadapi tantangan, upaya BI dalam mempertahankan keseimbangan ekonomi tetap diharapkan dapat memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia secara lebih luas.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan