Pasien COVID-19 positif lebih dari 750 hari dengan gejala yang terus berkembang

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Seorang pria di Amerika Serikat berhasil mencatat rekor baru sebagai pasien yang terinfeksi COVID-19 selama lebih dari 750 hari. Ia didiagnosis positif dengan virus ini dan mengalami gejala berkelanjutan seiring waktu.

Dikenal memiliki riwayat HIV, pria ini termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk terinfeksi SARS-CoV-2. Akibatnya, ia tidak dapat melanjutkan terapi antiretroviral (ART) dan mengalami kesulitan mengakses perawatan medis yang dibutuhkan. Gejalanya meliputi masalah pernapasan, nyeri kepala, rasa lelah, hingga nyeri badan secara keseluruhan.

Pemeriksaan lanjutan menunjukan bahwa jumlah sel T pembantu imun dalam darah pasien hanya mencapai 35 sel per mikroliter, jauh di bawah standar normal (500 hingga 1.500 sel per mikroliter). Selama periode infeksi terpanjang ini, pasien mengalami gejala pernapasan yang terus-menerus dan dirawat di rumah sakit lima kali. Kondisi unik ini berbeda dengan long COVID, karena gejalanya tetap ada karena virus masih aktif di tubuh.

Menurut William Hanage, ahli epidemiologi dari Universitas Harvard, kasus semacam ini biasanya terjadi pada individu yang memiliki sistem imun yang lemah. Namun, ia juga menegaskan bahwa infeksi jangka panjang dapat memungkinkan virus untuk beradaptasi dan berkembang menjadi varian yang lebih menular. “Mengatasi kasus seperti ini menjadi prioritas baik untuk kesehatan individu maupun masyarakat,” ujar Hanage.

Joseline Velasquez-Reyes, ahli bioinformatika Universitas Boston, bersama timnya, menganalisis sampel virus dari pasien antara Maret 2021 dan Juli 2022. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutasi yang sama yang menyebabkan varian Omicron sedang berulang kali muncul dalam tubuh pasien. “Ini mendukung teori bahwa perubahan virus seperti Omicron berkembang dari tekanan seleksi yang dialami virus dalam tubuh manusia,” ujar Velasquez-Reyes.

Meski virus terus berdiam di tubuh pasien, tim peneliti tidak mendeteksi infeksi lanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa virus mungkin sudah kehilangan kemampuan untuk menular selama periode adaptasi. Namun, temuan ini tidak berarti virus tidak bisa berdiam di tubuh secara permanen. Analisis ini mengingatkan para ahli untuk lebih waspada terhadap COVID-19 berkelanjutan dan memastikan akses kesehatan bagi semua orang.

Tidak ada dua kasus yang sama dalam penanganan COVID-19. Setiap individu, baik yang sehat maupun rentan, perlu waspada terhadap gejala yang berkelanjutan. Jaga kesehatan imun, ikuti protokol kesehatan, dan konsultasikan gejala dengan profesional medis. Kebersamaan dan pemantauan terus-menerus adalah kunci dalam mengatasi pandemi ini.

Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Tinggalkan Balasan