Komisi XII DPR Meminta Revisi Kebijakan Swasta Membeli BBM dari Pertamina

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kelangkaan BBM di SPBU swasta menimbulkan kebingungan bagi Wakil Ketua Komisi XII DPR, Bambang Haryadi. Ia merasa heran dengan kebijakan Kementerian ESDM yang terlihat kurang memadai.

Pada akhir Januari 2025, DPR melakukan RDP bersama pihak swasta, Pertamina, dan Dirjen Migas. Akhirnya, ESDM mengubah skema izin impor dari 1 tahun menjadi 3 bulan, dengan evaluasi tiap triwulan. “Kelangkaan BBM di SPBU swasta terjadi karena perubahan skema izin impor. Setelah insiden Pertamina, ESDM menyesuaikan skema menjadi 6 bulan dengan evaluasi setiap 3 bulan,” kata Bambang.

Bambang juga kebingungan dengan kebijakan impor satu pintu yang menjadikan Pertamina sebagai pemimpin pasar. Ia mengungkapkan bahwa Pertamina sudah menguasai 95% penjualan retail BBM, sementara swasta hanya punya 5%. “Kebijakan ESDM meminta swasta membeli BBM ke Pertamina, padahal Pertamina juga importir. Ini seperti penjual nasi goreng kecil harus membeli beras dari penjual nasi goreng besar, padahal keduanya membeli dari pasar,” tandas Bambang.

Menurutnya, kebijakan seperti ini seringkali tidak mempertimbangkan dampak secara menyeluruh. Hal ini malah membuat Presiden harus menangani masalah-masalah kecil yang tidak berdampak besar pada keuangan negara. “Negara terkadang sibuk dengan diri sendiri karena kebijakan tidak menyeluruh,” tambah Bambang.

Bambang juga menyoroti penurunan pembelian masyarakat ke Pertamina akibat kasus-kasus sebelumnya. “Alasan kuota swasta naik bukan karena peningkatan kebutuhan, tetapi karena peralihan pasar akibat kasus,” jelasnya.

Untuk membantu Pertamina, Bambang berpendapat bahwa langkah yang tepat adalah memberikan dispensasi kebijakan khusus. Misalnya, dengan menurunkan harga produk atau meningkatkan strategi pemasaran untuk membangun kepercayaan publik. “Memaksa swasta membeli ke Pertamina akan malah menurunkan kepercayaan publik, karena terkesan seperti merebut pasar,” katanya.

Bambang juga mengingatkan bahwa pasal 33 UUD 1945 ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian harus berjalan berdasarkan asas kekeluargaan.

Kebijakan yang pandang bulu pada swasta dan memaksakan perkongsian pasar hanya akan menimbulkan kesalahpahaman. Pertamina seharusnya dipromosikan melalui keunggulan layanan dan kebijakan yang adil, bukan dengan memaksa dominasi pasar. Sebuah tanda bahwa perekonomian sehat adalah ketika semua pihak merasa terlibat dan diperlakukan secara merata, bukan dengan memaksa satu pihak menguasai semua.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan