Keunggulan dan Penerapan Teknologi Panas Bumi Lambat dari Filipina ke Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Indonesia berambisi menjadi produsen listrik panas bumi terbesar di dunia pada tahun 2030. Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) juga mengungkapkan visi yang sama, yakni Indonesia akan menduduki peringkat pertama dalam kapasitas panas bumi.

Tetapi, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengungkapkan pandangannya. Meski sudah memproduksi listrik panas bumi sejak 42 tahun lalu melalui PLTP Kamojang Unit 1, pengembangan industri ini di negara kami masih terbilang lambat.

“Kini, kapasitas terpasang listrik panas bumi di Indonesia hanya mencapai sekitar 11% dari total potensi yang kita miliki,” tulis Komaidi dalam catatan berjudul “Kunci Keberhasilan Pengembangan dan Pengesahan Industri Panas Bumi di Sejumlah Negara.”

Untuk memenuhi harapan pengembangan dan pengusahaan panas bumi, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses mendorong industri ini. Menurut Komaidi, faktor kunci keberhasilan di beberapa negara adalah adanya ekosistem industri yang lengkap, komitmen stakeholder, dan dukungan dari pengambil kebijakan.

Negara dengan rasio kapasitas-potensi dan pertumbuhan PLTP yang tinggi umumnya memiliki regulasi yang mendukung. Meskipun demikian, Filipina telah mencatatkan rasio kapasitas terpasang listrik panas bumi sebesar 48,07% dari total potensi mereka.

“Selain dukungan fiskal dan insentif investasi, Filipina sukses karena adanya kebijakan oleh perusahaan transmisi listrik nasional (TRANSCO) yang memastikan koneksi dan distribusi listrik panas bumi,” jelas Komaidi.

Beberapa kebijakan insentif yang diterapkan Filipina antara lain pengurangan bagian pemerintah dari pendapatan kegiatan usaha panas bumi, tax holiday, accelerated depreciation, dan bebas bea impor. Selain itu, negara ini juga menerapkan net operating loss-carry over, mempercepat depresiasi, dan menghapus pajak pertambangan nilai untuk penjualan dan pembelian listrik panas bumi.

Meksiko, dengan rasio kapasitas PLTP sebesar 40,01%, juga berhasil mengembangkan industri panas bumi melalui reformasi kebijakan energi. Negara ini membuka peluang bagi perusahaan swasta dan asing untuk berpartisipasi sebagai pengembang dan produsen listrik independen.

Sementara itu, Turki mencatatkan peningkatan kapasitas PLTP terbesar di dunia, mencapai 328% dari 405 MW pada 2014 menjadi 1.734 MW pada 2024. Hal ini dipengaruhi oleh implementasi UU EBET yang memberikan keistimewaan bagi industri panas bumi, seperti feed-in tariff dengan jaminan pembelian 10 tahun, bonus untuk komponen perangkat keras lokal, dan kompensasi bagi investor.

Komaidi menyarankan Pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi kebijakan agar pengembangan panas bumi nasional dapat lebih optimal. Menurutnya, industri ini akan sulit berkembang jika hanya bergantung pada mekanisme bisnis lapisan.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam kebijakan adalah pengelolaan risiko eksplorasi, skema tarif yang kompetitif, kolaborasi stakeholder, pengembangan teknologi baru, dan peningkatan TKDN.

Indonesia memiliki potensi besar dalam energi panas bumi, tetapi perlu langkah-langkah konkret untuk memanfaatkan sumber daya ini dengan optimal. Dengan belajar dari sukses negara lain dan mengimplementasikan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat menjadi pemimpin industri panas bumi dunia.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan