"Tanggapan Dunia Internasional Setelah PBB Menyatakan Israel Melakukan Genosida di Gaza"

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi Penyelidik PBB telah menilai Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza. Menurut laporan mereka, Israel telah memenuhi empat dari lima kriteria tindakan yang sesuai dengan definisi genosida dalam hukum internasional. Kriteria tersebut meliputi pembunuhan massal, menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang serius, sengaja menciptakan kondisi yang dapat menghancurkan kelompok, dan mencegah kelahiran. Komisi juga merujuk pernyataan beberapa pemimpin Israel serta pola operasi militer untuk membuktikan tuduhan genosida.

Kementerian Luar Negeri Israel menolak laporan ini dengan keras, menyebutnya sesat dan berbohong. Mereka menuduh tiga anggota komisinya sebagai “proksi Hamas” dan mengklaim laporan tersebut didasarkan pada “kebohongan Hamas yang berulang kali dibuktikan salah.” Selain itu, Israel juga menuding Hamas telah melancarkan aksi genosida di wilayah mereka sendiri, dengan menewaskan 1.200 orang, melakukan pembunuhan keji, dan menyatakan niat untuk membunuh seluruh orang Yahudi.

Serangan militer Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023 sebagai tanggapan atas serangan Hamas di selatan Israel. Ribuan warga tewas, ratusan diambil sebagai sandera, dan mayoritas penduduk Gaza terpaksa mengungsi. Data Kementerian Kesehatan Hamas menunjukkan lebih dari 90% rumah hancur atau rusak parah, serta kerusakan parah pada sistem sanitasi, kesehatan, dan air bersih.

Komisi Penyelidik Internasional Independen (COI) untuk Wilayah Palestina dibentuk PBB pada 2021. Komisi yang dipimpin Navi Pillay, mantan Ketua HAM PBB dan pembela hak asasi manusia terkemuka, menemukan bahwa pernyataan pemimpin Israel seperti Presiden Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant telah “memprovokasi genosida.” Mereka menyimpulkan bahwa niat genosida adalah kesimpulan yang logis dari tindakan kepolisian dan militer Israel di Gaza.

Dalam wawancara dengan BBC, Pillay memberitahu bahwa Netanyahu pernah berjanji akan memberikan “balas dendam besar” dan menjadikan Gaza “hanya puing-puing.” Frasa seperti “kota terkutuk” dan ancaman untuk “beroperasi keras di mana saja” menunjukkan niat untuk membalas dendam terhadap seluruh warga Palestina. Pillay juga menekankan bahwa proses pengumpulan bukti memakan waktu dua tahun untuk memastikan keakuratan dan ketepatan dalam menentukan apakah tindakan Israel memenuhi kriteria genosida menurut konvensi internasional.

Komisi PBB menegaskan bahwa Israel bertanggung jawab atas kegagalan dalam mencegah genosida, melakukan genosida, dan gagal menghukum pelakunya. Mereka juga menyeru negara-negara lain untuk berusaha mencegah dan menghukum kejahatan genosida. Pillay mengingatkan bahwa jika negara-negara tidak bertindak, mereka bisa dianggap secara tidak langsung terlibat dalam genosida.

Terdapat tuduhan serupa sebelumnya dari berbagai organisasi hak asasi manusia, pakar PBB, dan akademisi yang menuduh Israel melakukan genosida di Gaza. Pillay mengungkapkan kesamaan antara situasi di Gaza saat ini dengan pembunuhan massal di Rwanda tahun 1994. Dia mencatat dehumanisasi yang dilakukan terhadap warga Palestina, yang menurutnya merupakan tanda bahwa kebrutalan terhadap mereka dianggap dapat diterima.

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant karena dugaan kejahatan perang. Pillay mengakui bahwa mencapai akuntabilitas tidak mudah karena ICC tidak memiliki otoritas penegakan hukum sendiri. Namun, dia mengingatkan bahwa tuntutan rakyat dapat membawa perubahan besar, seperti yang terjadi dalam perjuangan melawan apartheid di Afrika Selatan.

Dalam waktu dekat, COI akan menyusun daftar tersangka pelanggaran di Gaza dan menyelidiki peran negara-negara pendukung Israel. Pillay, yang akan pensiun pada November 2025 karena masalah kesehatan dan usia, akan meninggalkan tugas ini kepada penggantinya. Sekalipun Israel menolak tuduhan genosida dengan mengatakan operasi militer mereka hanya ditujukan untuk menghancurkan Hamas, bukan warga sipil, dan mempertahankan bahwa mereka telah mematuhi hukum internasional.

Sebuah studi kasus yang relevan dengan topik ini adalah kasus genosida Rwanda, yang menunjukkan betapa pentingnya tindakan internasional cepat untuk mencegah tragedi massal. Data menunjukkan bahwa dehumanisasi dan retorika kekerasan sering menjadi predicate untuk kegiatan kejahatan massal. Penanganan kasus-kasus seperti ini memberikan pelajaran tentang pentingnya mekanisme peradilan internasional dalam menjaga perdamaian global.

Kesimpulan: Dunia mengamati dengan ketegangan bagaimana situasi di Gaza akan berkembang, terutama dengan tuduhan serius seperti genosida. Kejadian ini mengingatkan kita bahwa konflik tidak hanya tentang kekerasan fisik, tetapi juga tentang niat dan retorika yang dapat menyulut kebencian. Keberanian untuk menuntut keadilan dan menantang kekuasaan tanpa takut pada konsekuensi adalah langkah penting menuju perdamaian yang berkeadilan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan