KPK: Penyitaan Dana Korupsi Kredit Umrah Fiktif dari Bank Artha Jepara Melibatkan 3 Tersangka

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap lima orang dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pencairan kredit usaha di PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) selama periode 2022-2024. Salah satu dari mereka, Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), yang merupakan direktur PT BMG, diketahui telah memberikan uang kepada beberapa tersangka terkait dengan kredit yang fiktif.

Menurut Asep Guntur Rahayu, Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, uang tersebut berjumlah Rp 300 juta dan dipergunakan untuk keperluan umrah. Penerima uang tersebut adalah Jhendik Handoko (JH), Iwan Nursusety (IN), dan Ahmad Nasir (AN).

Perkara ini terjadi setelah adanya kredit yang tidak dapat dibayarkan, yang mengakibatkan performa BPR Jepara Artha menurun. Jhendik Handoko bekerja sama dengan Ibrahim untuk melakukan pencairan kredit yang ternyata tidak ada dasar analisisnya. Para debitur yang terlibat antara lain adalah pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, pengemudi ojek online, hingga pengangguran, dengan rata-rata kredit yang diperoleh sekitar Rp 7 miliar per debitur.

KPK juga menemukan bukti adanya manipulasi dokumen untuk memudahkan pencairan kredit. Jhendik Handoko meminta Ahmad Nasir untuk segera memproses pencairan kredit ke bagian pencairan kredit dan teller tanpa melalui proses review yang memadai. Hasil dari pencairan kredit fiktif tersebut kemudian dibagi-bagi oleh Jhendik kepada tersangka lain, baik untuk umrah maupun keperluan lainnya. Distribusi dana tersebut antara lain sebesar Rp 2,6 miliar untuk JH, Rp 793 juta untuk IN, Rp 637 juta untuk AN, dan Rp 282 juta untuk AS.

Dari kasus ini, kerugian yang dialami negara diperkirakan mencapai Rp 254 miliar. Berikut adalah daftar lima tersangka dalam kasus ini: Iwan Nursusetyo (IN), Ahmad Nasir (AN), Ariyanto Sulistiyono (AS), Mohammad Ibrahim Al’asyari (MIA), dan Jhendik Handoko. Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Keputusan KPK dalam kasus ini mengingatkan kita betapa pentingnya transparansi dan ketatnya pengawasan dalam dunia keuangan. Setiap pelanggaran korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengganggu stabilitas sistem keuangan yang sehat. Kasus ini juga menegaskan bahwa kolaborasi antara instansi pengawas dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah dan mengungkap tindak pidana serupa di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan