Kecurigaan Kacab Bank Muncul Sebelum Insiden Penculikan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Keluarga menceritakan bahwa kepala cabang bank, Mohammad Ilham Pradipta (37 tahun), tampak memang tidak tenang sepekan sebelum diculik hingga meninggal. Perilaku Ilham terjadi berbeda dari biasanya, menunjukkan adanya ketakutan.

Pengacara keluarga korban, Boyamin Saiman, mengungkapkan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Rabu (17/9/2025), bahwa Ilham merasa dirinya diincar sebelum kejadian tersebut.

Boyamin juga menambahkan bahwa Ilham tidak lagi memarkir mobilnya di rumah, padahal sebelumnya selalu melakukannya. Selain itu, korban yang sudah tidak merokok tiba-tiba mulai merokok lagi seminggu sebelum kecelakaan.

“Mobilnya di parkir di luar kompleks, tidak pernah terjadi sebelumnya. Jadi diserahkan kepada satpam, lalu berjalan kaki sekitar 300-400 meter, di Tangerang Selatan,” katanya.

Boyamin juga mengungkapkan ada seseorang yang memantau rumah korban di Bogor. Selain itu, keluarga menyampaikan pada waktu itu ada nasabah yang mengunjungi korban di kantornya di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

“Sementara itu, ada mobil yang memantau rumahnya di Bogor, sesuai dengan KTP. Ada juga orang yang mengunjungi kantor cabang Cempaka Putih untuk mengurus ATM, tapi tak membawa KTP. Rekening yang ditanyakan tidak dimiliki. Namun, akhirnya meminta untuk bertemu dengan pimpinan,” jelasnya.

Boyamin meminta penyidik menerapkan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Menurutnya, proses pengintaian dan penculikan yang berakhir dengan korban meninggal pasti dilakukan dengan niat membunuh.

“Tidak ada alasan lain. Jika niatnya tidak membunuh, korban pasti dilepaskan. Inilah unsur pembunuhan. Menurut saya, ini bukan kasus yang bisa dipersengketakkan sedikit pun, ini pembunuhan.”

Ilham Pradipta diculik pada 20 Agustus 2025 saat berbelanja di pusat perbelanjaan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Jenazahnya ditemukan di semak-semak Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Kamis (21/8/2025), dengan wajah, kaki, dan tangan terkait lakban hitam.

Penculikan Ilham awalnya dilakukan karena niat tersangka Ken alias C untuk mencuri dana dari rekening dormant atau rekening nganggur. Namun, Ken membutuhkan otorisasi kepala cabang bank untuk melakukan pencurian ke rekening penampungan.

Polisi mengungkap Ken mendapat informasi rekening dormant dari seseorang dengan inisial S, tetapi identitasnya masih dalam pengejaran.

“Terkait rekening dormant, hasil pemeriksaan, Saudara C alias K mendapat informasi dari temannya dengan inisial S. Identitasnya masih kami jalani dan pengejaran, karena belum jelas disampaikan,” kata Dirkrimum Polda Metro Kombes Wira Satya Triputra.

Wira menjelaskan penyidik masih memastikan berapa jumlah uang yang akan dicuri oleh tersangka. Ia mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman.

Ken kemudian bertemu dengan pengusaha Dwi Hartono dan tersangka AAM. Dalam pertemuan ini, ada dua opsi yang dibahas: pertama, melakukan pemaksaan dengan ancaman kekerasan terhadap korban dan kemudian dilepaskan. Kedua, melakukan pemaksaan dan kekerasan yang berujung pada pembunuhan korban.

Penculikan Ilham Pradipta dilakukan secara acak berdasarkan kartu nama yang dimiliki oleh para tersangka. Keluarga mengungkap awal mula kartu nama Ilham jatuh ke tangan penculik.

Kuasa hukum keluarga Ilham, Boyamin Saiman, mengatakan ada orang yang diduga terkait komplotan mendatangi kantor Ilham di Cempaka Putih. Pada saat itu, orang tersebut mengaku mau mengurus ATM, tapi meminta bertemu pimpinan.

“Ada orang mendatangi kantor cabang Cempaka Putih untuk mengurus ATM, tapi tidak membawa KTP. Rekening yang ditanyakan tidak dimiliki. Namun, akhirnya meminta untuk bertemu pimpinan. Tapi tidak berhasil,” kata Boyamin.

Boyamin juga menyebut korban Ilham dan otak penculikan Ken alias C sempat bertemu untuk pengurusan Electronic Data Capture (EDC). Namun, ia tidak merinci kapan pertemuan tersebut terjadi.

“Almarhum pernah menawarkan salah satu mungkin C karena dia punya bisnis untuk memasang EDC untuk transaksi kartu tunai, kartu kredit, dan ATM. Jadi dia punya usaha,” ujarnya.

Pada saat itu, korban memberikan kartu nama kepada Ken. Kartu nama tersebut diduga digunakan Ken untuk memilih korban sebagai kacab bank yang diculik dan dipaksa untuk memberi otorisasi agar dapat mencuri dana dari rekening dormant atau nganggur.

“Karena almarhum sudah mendatangi yang bersangkutan untuk memberikan kartu nama dan kalau secara acak tidak begitu. (Pemberian kartu nama) untuk menawarkan bisnis untuk rekening dan segala macam, sudah bertemu sebelumnya dengan C. Makanya kartu namanya disimpan,” ujarnya.

Saat ini, 15 orang tersangka telah ditangkap oleh Polda Metro Jaya dan masih dalam proses hukum. Polisi juga masih memburu hierarki pelaku lainnya berinisial EG. Selain itu, dua orang prajurit Kopassus berinisial Kopda FH dan Serka N diduga terlibat dan sudah diproses hukum oleh Pomdam Jaya.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dan Pasal 333 KUHP tentang tindakan merampas kemerdekaan seseorang.

Kasus penculikan dan pembunuhan ini mengungkap kekerasan dan niat jahat di balik kejahatan uang. Pelajari lebih dalam tentang tindakan kejahatan dan pentingnya keamanan dalam bertransaksi di bank.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan