Mengungkap Kasus Suap Hakim Migor: Saksi Buang iPhone 14 ke Sungai Karena Panik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Edi Sarwono, mengakui telah membuang iPhone 14 ke sungai di wilayah Lapangan Golf Suvarna Halim. Aksi tersebut dilakukan saat dia sedang dalam keadaan panik ketika terdakwa dalam kasus dugaan suap minyak goreng, Muhammad Arif Nuryanta, ditangkap oleh penyidik Kejaksaan Agung.

Perkara ini dibahas saat Edi menjadi saksi dalam sidang Pengadilan Tipikor di Jakarta, Rabu (17 September 2025). Dalam sidang itu, terdakwa meliputi Muhammad Arif Nuryanta, eks Ketua PN Jakarta Selatan dan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, serta tiga hakim: Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.

Menurut Edi, saat penangkapan terjadi, dia dan Arif berada di Lapangan Golf Suvarna Halim. Ketika penangkapan berlangsung, dia merasa terganggu dan langsung memutus dan membuang ponselnya ke sungai. “Apa biasanya membuang handphone? Ini iPhone 14 loh yang dibuang,” komentar jaksa dalam sidang.

Edi menjelaskan bahwa dia ingin menghubungi keluarga melalui iPhone 14 tersebut, tetapi takut akibat penangkapan Arif. “Saya panik, takut, jadi langsung membuang nomornya,” ujarnya. Ketika ditanya apakah ada hal yang membuatnya takut, Edi menjadi ragu dan hanya menjawab, “Takut, bayang-bayangan aja Pak.”

Meskipun Edi mengaku sering berkomunikasi dengan Arif dan Wahyu Gunawan melalui iPhone 14, dia menjelaskan bahwa dia tidak menyimpan informasi terkait uang atau percakapan penting di dalamnya. “Tidak ada percakapan terkait uang di handphone,” katanya. Ketika ditanya mengapa dia membuang ponsel yang digunakan untuk komunikasi penting, Edi hanya berkata, “Pikiran sudah kalut.”

Dalam sidang tersebut, jaksa menanyakan bagaimana Edi terbukti membuang iPhone 14. Edi menjawab bahwa ia telah mengakui hal tersebut saat diinterogasi.

Kasus ini terkesan rumit dan melibatkan banyak pihak. Majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas terhadap terdakwa korporasi migor dipimpin oleh hakim Djuyamto, dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa bahwa mereka menerima suap dan gratifikasi terkait putusan lepas tersebut, dengan total uang suap mencapai Rp 40 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari pengacara terdakwa korporasi migor, Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei.

Uang suap Rp 40 miliar diduga dibagi antara Djuyamto, Agam, Ali, Arif Nuryanta, dan Wahyu Gunawan. Menurut surat dakwaan jaksa, Arif menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp 6,2 miliar.

Kasus ini menunjukkan kompleksitas dalam sistem keadilan, di mana korupsi dapat merenggut kepercayaan rakyat terhadap lembaga peradilan. Hal ini mendesak kita semua untuk terus memantau dan mendukung transparansi dalam keputusan hukum.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan